Senin, 09 November 2009

BERIKAN “QURBAN” YANG TERBAIK UNTUK NYA ( Renungan Memperingati Hari Idul Adha 1430 H)

I. PENGANTAR
Setiap tahun umat Islam memperingati dan merayakan hari raya Idul Adha dan umumnya hampir semua umat Islam bergembira menyambut salah satu hari raya Agama Islam ini.

Kegembiraan itu bermacam-macam ada sebagian bersuka cita karena berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan rukun Islam ke lima bagi yang sedang melaksanakan ibadah haji di tanah suci. Ada pula yang bergembira berkumpul dengan sanak saudara, karena bersamaan dengan hari libur nasional.

Kebahagiaan lain adalah yang seringkali lebih menjadi sangat penting, karena pada hari raya Idul Adha atau sering disebut sebagai Idul Qurban itu, diadakan pemotongan hewan qurban yang merupakan sumbangan atau qurban yang disampaikan masyarakat yang berniat untuk berqurban. Kemudian daging qurban tersebut akan dibagikan kepada mereka yang digolongkan di dalam masyarakat kurang mampu, kaum dhuafa dan tentunya para anak yatim.

Beramai-ramai mereka berebut kupon pembagian daging qurban dari para panitia penyelenggara pemotongan qurban, untuk mendapat bagian sesuai dengan nomor urut pada kupon tersebut. Sekilas semua berjalan seperti normal. Makna Idul Adha lebih semarak sebagai pemotongan hewan qurban dan pembagian daging qurban,titik.

Di dalam tulisan ini, saya mencoba melakukan pendalaman makna berqurban, khususnya bagi kita, umat Muslim. Apakah perayaan Idul Adha atau Idul Qurban berhenti hanya pada seremoni potong dan bagi daging hewan saja. Jika kita menjawab pertanyaan ini dengan “Ya”, lalu apa bedanya dengan kenduri atau pesta yang dilakukan seseorang dengan melakukan pemotongan hewan, lalu bergembira makan minum bersama setelah itu bubar dan selesai.

Marilah kita masuk lebih dalam, untuk mengenal rencana Allah SWT, ketika kita diijinkan “MEMPERINGATI” bukan sekedar “merayakan” Idul Adha, agar kelak anak cucu kita MEMPERINGATI hari raya Idul Qurban dengan lebih khusyuk dan penuh rasa syukur.

II. BERQURBAN ADALAH BERKORBAN

Mengertikah kita bahwa arti kata qurban adalah sebenarnya identik korban. Ada sesuatu yang secara sukarela kita berikan tanpa mengharapkan balasan. Berkorban yang tulus seharusnya tanpa pamrih, sehingga ketika kita melaksanakan qurban, kita seharusnya tidak berpikir tentang “pahala”, karena jika kita melakukan qurban dengan harapan mendapat pahala, maka kita terjebak pada pola ibadah “transaksional” layaknya proses jual beli dengan Allah SWT, karena kita berharap dengan berqurban maka akan memperoleh pahala, itulah PAMRIH.

Pahala diberikan Allah SWT tanpa kita minta dan itu merupakan hak prerogatif Allah SWT, kita sebagai manusia tidak pernah tahu, apa bentuk pahala yang IA berikan untuk kita.

Adalah sesuatu yang aneh jika orang yang menyumbangkan hewan qurban untuk diqurbankan, lalu ikut berebut daging qurban dengan masyarakat penerima daging qurban, yang pada umumnya kaum yang tidak mampu berqurban. Ada cara yang lebih halus, dengan membisikkan kepada petugas potong hewan, agar nanti, ia menginginkan paha kanan atau hatinya atau jantungnya dan sebagainya. Lalu dimana letak makna berqurban bagi orang tersebut. Kejadian seperti ini saya temukan dan saksikan sendiri, pada setiap peringatan hari raya Idul Adha.

III. MAKNA QURBAN PADA MULANYA

Kisah bagaimana Nabi Ibrahim A.S diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyerahkan anak semata wayangnya, Ismail, untuk dijadikan persembahan atau qurban kepada Allah SWT adalah peristiwa monumental dalam kehidupan seorang manusia di hadapan Sang Khalik.

Mungkin jika saya dihadapkan pada peristiwa serupa, sejujurnya, saya tidak akan sanggup untuk melakukannya. Saya tidak dapat membayangkan, bagaimana pertentangan bathin, Nabi Ibrahim A.S saat itu. Sebagai manusia, saya yakin minimal hatinya akan menangis, ketika ia mengetahui, bahwa yang diminta untuk diqurbankan adalah anaknya.

Mengapa Allah SWT tidak meminta qurban berupa hewan, kenapa anak seorang manusia dan orang itu adalah anak semata wayang Nabi Ibrahim A.S.

Ketika kita berdoa dan memohon sesuatu kepada Allah SWT, kita sangat berharap Allah SWT akan mengabulkannya, karena permohonan itu sangat penting dalam hidup kita.

Manusia adalah tempat khilaf, seringkali Allah SWT mengabulkan permohonan seseorang dan ketika permohonan itu sudah dikabulkan, manusia berpindah hati kepada “sesuatu” yang diberikan Allah SWT, sehingga seringkali manusia lebih memperhatikan bahkan mendahulukan “sesuatu” itu, dibandingkan Allah SWT.

“Sesuatu” itu akhirnya menjadi “berhala” dalam hidupnya. Allah SWT tidak mau disekutukan dengan apapun termasuk dengan “sesuatu” yang telah dijadikan “tuhan berhala” dalam hidup kita. Begitulah Nabi Ibrahim A.S diuji KETAQWAAN dan KESETIAAN nya oleh Allah SWT. Ismail anak semata wayangnya yang diberikan Allah SWT kepada NAbi Ibrahim A.S dimintanya kembali sebagai qurban.

Allah SWT ingin menilik hati Nabi Ibrahim A.S, apakah KETAQWAAN DAN KESETIAAN nya masih kepada Allah SWT ataukah sudah beralih ke anaknya.

Banyak diantara kita, pada saat belum memiliki momongan, setiap sholat dan tahajud siang dan malam, memohon kepada Allah SWT, agar dirinya diberikan keturunan. Ketika suatu saat Allah SWT mengabulkan doa nya dan ia memiliki seorang anak, mulailah ia beralih lebih men “tuhan” kan anak dari pada Allah SWT. Untuk melaksanakan ibadah sholat pun sudah jarang dengan alasan sibuk urus anak dan sebagainya.

Manusia mudah beralih KETAQWAAN dan KESETIAAN nya, hanya karena urusan duniawi. Nabi Ibrahim A.S berhasil melewati proses ujian berat itu. Karena KETAQWAAN dan KESETIAAN itulah, kita diijinkan untuk melaksanakan qurban cukup dengan hewan.

III. APA QURBAN KITA SAAT INI

Kita hidup di jaman yang serba praktis dan pragmatis, teknologi sudah memanjakan kehidupan kita sehari-hari.

Jangan berpikir bahwa hidup dijaman modern seperti ini, semua menjadi lebih mudah, serba praktis, cukup setor uang senilai tertentu ke lembaga pengelola qurban, semuanya akan diurus dan proses qurban selesai.

Di dalam kehidupan, dimana tawaran dan gemerlap “duniawi” yang sangat luar biasa seperti ini, justru godaan iman terhadap KETAQWAAN dan KESETIAAN kepada Allah SWT semakin berat. Logika saya sebagai manusia, mengatakan, jika godaan terhadap KETAQWAAN dan KESETIAAN, maka ujian yang Allah SWT berikan kepada manusia pun akan SEMAKIN BERAT.

Mengapa saya berani berandai-andai seperti ini. Coba kita bayangkan suasana kehidupan pada jaman Nabi Ibrahim A.S waktu itu, dimana saya yakin semua masih sangat lugu dan sederhana. Pemikiran yang ada saat itu, mungkin lebih pada bagaimana bertahan untuk hidup dengan beternak dan usaha-usaha lain yang masih sangat tradisional. Dalam era kehidupan seperti itu saja, Nabi Ibrahim A.S sudah mendapat ujian dari Allah SWT yang begitu berat.

Kita yang hidup di jaman millenium ini, apa yang tidak menggoda kita. Masih banyak umat Muslim yang pergi ke mesjid untuk ibadah seperti makan obat dengan resep dokter, yakni satu tahun sekali, hanya pada saat ibadah sholat Ied pada hari raya Idul Fitri, itupun karena malu dengan tetangga.

Lebih nyaman tidur mendengkur sambil berselimut dibandingkan harus bangun ditengah malam buta untuk bertahajud di hadapan Allah SWT.
Apa bentuk qurban kita saat ini ? Jawabannya adalah tetap sebagaimana tradisi qurban yang sudah berlangsung selama ini, yakni melalui hewan qurban.

Ada orang yang begitu “niat” dan gigih dengan berkorban uang makan dan sebagainya mengumpulkan uang, saking ingin memiliki sebuah benda yang namanya HANDPHONE. Jika niat dan tekadnya dibulatkan, ternyata dia bisa memiliki handphone yang begitu ia dambakan.

Apa beda usaha orang itu, jika saya ibaratkan dia ingin berqurban seekor hewan qurban dengan niat dan tekad yang sama, mungkinkah ia bisa membeli seekor hewan qurban yang harganya mungkin tidak semahal sebuah handphone ? Insya Allah bisa !! Tapi adakah niat itu dalam hati kita ?

Yang membedakan kedua contoh kasus di atas adalah, jika yang pertama ia lakukan demi “Kesenangan Duniawi” sedangkan yang kedua adalah demi ‘KETAQWAAN’ dan “KESETIAAN” sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim A.S kepada Allah SWT.

Jika kita diminta memilih diantara kedua contoh kasus di atas, mana yang akan saudara pilih, silahkan jawab di hati masing-masing, Allah SWT Maha Mengetahui.

IV. MEMBERI LEBIH MULIA DIBANDING “DIBERI”

Falsafah berkat dari Allah SWT sering dimaknai dengan ungkapan ini “BERILAH, MAKA KAU AKAN DIBERI”, kenapa kata “berilah” ada di awal kalimat dibandingkan dengan kata “diberi”. Berilah memberikan makna proaktif, dimana untuk bisa memberi, seseorang minimal harus “berusaha”.

Kita juga mengenal ungkapan “BERDOA DAN BERIKHTIAR/BERUSAHA”, bagi orang beriman, sebelum memulai suatu pekerjaan, ia akan memulainya dengan memohon pertolongan dan keridhoan kepada Allah SWT.

Setelah berdoa, berikhtiar dan berhasil, kita diajarkan untuk menyisihkan sebagian hasil yang kita dapatkan untuk dibagikan kepada anak yatim dan kaum dhuafa baik melalui sedaqoh, zakat dan infaq.
Jadi jika melihat urutan dari seseorang memulai sesuatu sampai dengan ia memperoleh sesuatu, semua ada campur tangan Allah SWT.

Makna Idul qurban adalah kita diijinkan Allah SWT untuk ‘MEMPERINGATI” nya, kenapa memperingati ? Supaya kita selalu ingat terhadap apa yang pernah Allah SWT perintahkan kepada Nabi Ibrahim A.S. dalam hal ber”qurban” (seperti kisah yang telah disampaikan di atas). Ritual qurban bukan selesai sampai perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim A.S saja dan bukan sekedar potong hewan serta bagi-bagi daging qurban.

Kita generasi saat ini, sampai kapanpun, selama kita mengakui beriman kepada Allah SWT, akan tetap dituntut untuk menunjukkan KETAQWAAN dan KESETIAAN kepada Allah SWT lebih dari sekedar “MERAYAKAN” hari raya Idul Adha. Tuntutan Allah SWT saat ini kepada kita adalah, mana yang lebih kita cintai “DUNIAWI” (yang saya umpamakan dalam wujud HANDPHONE) atau “ALLAH SWT” (yang saya sampaikan melalui perbuatan KETAQWAAN dan KESETIAAN kepada NYA).

Untuk itulah lebih baik kita “MEMPERINGATI” hari raya Idhul Adha, agar kita selalu ingat, apapun yang kita miliki dan inginkan Allah ijinkan dan insya Allah dikabulkan dengan catatan, bahwa diantara semuanya itu, tetap ada sebagian milik anak yatim dan kaum dhuafa. Kita boleh bercita-cita untuk memiliki “HANDPHONE” idaman dan menabung untuk mendapatkannya, tetapi kita juga harus memiliki niat dan tekad yang sama, agar suatu waktu, kita pun bisa membeli hewan untuk qurban, sendiri. Memberi lebih mulia dibandingkan diberi.

V. PENUTUP

Saya bersyukur diberi hidayah dan kemampuan oleh Allah SWT, untuk bisa membuat tulisan ini dan bisa dirampungkan menjelang PERINGATAN hari raya Idul Adha 1430 H, semoga tulisan sederhana ini, bisa menggugah hati kecil kita masing-masing.

Kita yang menyebut diri sebagai orang beriman, mudah-mudahan tidak lagi bersikap dan bertindak mendahulukan “DUNIAWI” kita, dibandingkan dengan kasih Allah SWT yang begitu besar dalam hidup kita. Jangan lagi, kita yang diberkati oleh Allah SWT dengan rejeki yang cukup, malah ikut berebut daging qurban dengan mereka yang lebih membutuhkan.

Jadikanlah target “berqurban” di sepanjang dan sisa hidup kita, dengan mempersembahkan “QURBAN” yang terbaik bagi NYA, yakni segala kemampuan yang kita miliki, agar di akhir jaman ini, kita menjadi orang-orang yang selalu diingat oleh Allah SWT kelak di akhirat.Amin Ya Rabbal Alamin.

Bogor, 10 November 2009

Pimpin Nagawan

Senin, 24 Agustus 2009

BERSYUKUR ATAS SEGALA PERKARA

Persepsi nikmat dalam konteks pemahaman iman kepada Allah SWT bukan sekedar sesuatu yang kita rasakan "ENAK atau MENYENANGKAN" Jika kita hanya bersyukur karena nikmat NYA saja, lalu apakah kita akan mengeluh atau menghujat ketika apa yang kita rasakan "TIDAK NIKMAT atau TIDAK MENYENANGKAN", padahal kedua-duanya berasal dari NYA.

Bersyukur harus terhadap keduanya ENAK-TIDAK ENAK, SENANG-TIDAK SENANG. Renungkanlah semua kejadian yang mungkin sangat/tidak menyenangkan, yang pernah kita alami dalam hidup kita. Lalu apa yang kita kita rasakan saat itu, bagaimana reaksi fisik/batin saat itu dan apa yang ada dalam pikiran kita saat itu. Mayoritas akan menjawab kesel,sedih,mengeluh bahkan ada yang menghujat.

Sekarang setalah kejadian itu berlalu, pernahkah kita mencoba merefleksikan antara kejadian yang tidak menyenangkan itu dengan apa yang terjadi kemudian, saya menyebutnya sebagai HIKMAH karena sudah beratus-ratus kali bahkan mungkin tak terhitung dalam hidup saya mengalami sesuatu yang menyakitkan, tapi justru melalui kejadian itulah Allah SWT berbicara dan menyampaikan sesuatu yang pada akhirnya saya tahu itu adalah sesuatu yang sangat baik dalam hidup saya.

Jadi antara NIKMAT dan HIKMAH tidak ada bedanya, yang membedakannya adalah Nikmat kita rasakan saat itu juga sedangkan HIKMAH baru kita rasakan beberapa waktu kemudian, tapi semua itu untuk kebaikan kita semua. Maka syukurilah keduanya.

KEYAKINAN DAN KEPASRAHAN

Kisah ini nyata dlm hidup saya.Tahun 2006 salah satu bisnis unit di perusahaan tempat saya bekerja merugi cukup besar. Boss meminta agar saya mengambil alih kendali perusahaan tsb. Pd awalnya saya menolak krn saya tdk memiliki pengalaman dalam mengelola pabrik secara langsung. Akhirnya krn boss yang terus mendesak,sy menerima permintaan itu. Saya sungguh awam ketika awal mulai menangani operasional pabrik tsb. Saya hanya yakin karena ini amanah dari Allah SWT, maka hanya kepada NYA saya berserah dan memohon pertolongan. Sejak saya mulai memegang kendali di perusahaan itu, praktis saya hampir tidak pernah keluar kantor utk makan siang. Saya beli makanan di kantin atau bawa makanan dari rumah, waktu makan saya batasi 20mnt, kemudian sholat dzuhur dan membaca surat Yasin atau doa Ukasyah serta memohon pertolongan Allah SWT agar saya diberikan kelancaran, kemudahan dan pertolongan agar bisa menunaikan amanah ini dengan baik. Subhanallah setiap hari saya melihat mukjizat dan kuasa Allah SWT menolong saya dalam segala hal. Syukur alhamdulillah th 2007 perusahaan itu laba walaupun masih kecil. Kebiasaan saya terus berlanjut di th 2008 dan saya benar-benar menikmati pertolongan Allah SWT yang luar biasa dan berhasil meraih laba sangat besar, sampai boss saya tidak percaya. Dari pengalaman itulah sy menulis Berharap Hanya Kepada NYA. Pengalaman ini saya bagikan kpd semua org,bahwa jika kita yakin dan pasrah kepada NYA,dalam hal apapun,kita akan melihat dan mersakan Kuasa dan Mukjizat Allah SWT. Bagi manusia bisa mustahil tapi bagi Allah SWT tidak ada yang mustahil.Amin

JENDRAL YANG TERLENA

Ada seorang jendral yg memiliki jabatan sangat penting,disegani,dihormati dan selalu disanjung oleh prajuritnya.Begitu sibuknya ia dengan berbagai kegiatan dan begitu bangga dg berbagai fasilitas dan kekuasaan yg dimilikinya.Pada suatu hari ia pensiun,ternyata begitu terkejutnya,ketika suatu hari,ia didatangi petugas dari bekas korps nya yg meminta ia untuk segera mengembalikan mobil dan mengosongkan rumah dinasnya yg luas dan mewah. Suatu saat sang jendral wafat, ketika berjalan menuju akhirat, dia bertemu dengan malaikat penjaga. Malaikat itu bertanya kepada sang jendral " Anda mau kemana". Jendral pun menjawab " Saya sedang menuju rumah saya di surga". Malaikat heran dan bertanya lagi " Rumah yang mana dan siapa nama anda ". " Nama saya Jendral ANU " jawabnya. malaikat memeriksa daftar orang yang meninggal hari itu dan dia tidak menemukan nama Jendral ANU, malaikat pun berkata " Di dalam daftar yang kupegang ini, tidak ada nama Jendral ANU, yang ada cuma ANU ". Sang jendral terhenyak sejenak, lalu dia baru sadar bahwa jabatan "Jendral" yang selama ini disandangnya tidak berlaku di akhirat. Lalu malaikat menambahkan " Dan kamu tidak memiliki rumah di sini " Mendengar ucapan itu, jendral ANU semakin terkejut. Dia baru sadar bhw selama hidupnya di dunia, dia terlena dg semua sanjungan, penghormatan dan berbagai fasilitas sebagai seorg jendral aktif yg sifatnya sementara. Dia lupa mempersiapkan rumah dan bekal utk masa pensiunnya. Akankah kita senang dengan semua gemerlap fatamorgana kehidupan kita dan sekitarnya yg sementara sifatnya, sehingga kita pun lupa mempersiapkan rumah kita kelak di akhirat dan tidak membekali diri kita dengan iman dan ibadah yg baik. Semoga kita tidak menjadi jendral seperti itu.

HIDAYAH KEHIDUPAN DI TENGAH LAUT

Saya,istri dan sibungsu usia 9 tahun,hari ini diijinkan Allah SWT mengarungi lautan lepas dari Pantai Barat Pangandaran menuju ke Pulau Nusakambangan sekitar 2 jam perjalanan menggunakan perahu nelayan.Pada awal ditawari utk berekreasi ke Nusakambangan (NK) oleh seorg nalayan,kami mendapat cerita bhw pulau NK (5jam perjalanan dr penjara NK) adlh pulau yg indah dan benar2 masih perawan,krn jarang dikunjungi oleh wisatawan lokal,selain alat transportasi hanya menggunakan perahu motor tempel yg sangat sederhana,ombak laut yg ganas dan biaya yg mahal. Karena keingintahuan,maka kami setuju utk kesana.Jam 8 pagi kami sudah siap dengan bekal yg akan dibawa dan berangkatlah menuju pulau NK.Perjalanan dimulai dan memasuki laut bebas dg gelombang yg cukup besar,walaupun saat ini bertiup angin Timur.Sepanjang perjalanan sy hanya bisa berserah dengan doa dan dzikir.Semakin jauh ke tengah laut,ombak semakin besar dan hati pun semakin menciut,belum lagi merasakan bgm perahu kami terangkat ombak dan motor tempel tdk berfungsi karena perahu terangkat ombak.2 jam kami berpacu dg ketegangan yg luar biasa,akhirnya tiba di pulau NK yg luar biasa indahnya,bukan cerita kosong nelayan. Pulau tak berpenghuni yg belum dirusak oleh nafsu manusia,benar2 pulau perawan dg pasir yg benar2 putih bersih dan berkilau, it's amazing island. Sekitar 4 jam kami menikmati dan mensyukuri ciptaan Allah SWT yg menakjubkan. Setelah itu 2 jam kemudian kami kembali memacu adrenalin ditengah laut yg masih blm jg tenang.Si bungsu terlihat agak ketakutan sepanjang pelayaran ditambah ombak yg semakin menggila. Dalam pikiran timbul pertanyaan kenapa saya nekad berlayar dengan perahu sederhana seperti ini dan mengarungi lautan yg begitu tidak bersahabat dan membawa keluarga dan membuat si kecil ketakutan. Setiba di pantai timur Pangandaran,kami kembali ke hotel. Malam hari saya mulai merenungkan apa yg terjadi sepanjang perjalanan kami,khususnya di tengah laut tadi siang. Ketika itulah saya diberi jawaban. Ada bbrp hal yg tidak dapat saya jawab,yakni Pertama,jika berekreasi kami tidak pernah pergi hanya dengan 1 anak,selalu 3 anak ikut.Kali ini semua sudah diatur Allah SWT,bahwa kami hanya membawa anak laki-laki bungsu saja. Sebenarnya kami berencana pergi bertiga,tapi entah kenapa satu persatu anak 1 dan ke 2 tidak bisa ikut,padahal jadwal sudah disesuaikan dg kuliah mereka. Kedua,apa yang Allah SWT ingin sampaikan melalui pengalaman ini. Jawaban yg diberikan Allah SWT sungguh luar biasa. Pada saat makan malam,saya bertanya pd anak saya,apakah dia takut ketika di tengah laut siang tadi. Dia menjawab takut terhadap gelombang laut. Pada saat dia menjawab, saya mendapatkan hidayah untuk menjawab seperti ini. Kenapa kamu yg diijinkan Allah SWT mengalami kejadian ini, karena laki-laki adalah imam dan pemimpin dalam keluarga, yang harus tegar menghadapi segala ujian. Pengalaman di tengah laut tadi adalah perjalanan hidup kita,yg tidak selalu lurus dan mulus. Ombak adalah analogi permasalahan dan tantangan hidup kita selama di dunia,dimana kadangkala kita harus menghadapinya sendiri. Doa dan Dzikir adalah satu-satunya kekuatan yg kita andalkan untuk melalui berbagai tantangan hidup dan pulau Nusakambangan yg indah adalah lambang akhir perjalanan hidup kita di dunia dan bermuara pada keindahan dan kekekalan. Suatu hikmah dan hidayah yang Allah SWT sudah sampaikan kepada kami terutama bagi anak laki-laki bungsu kami.Subhanallah.

KENALILAH TANDA JAMAN

Siapapun berhak untuk tidak mempercayai tentang ramalan, prediksi, perhitungan dan sebagainya tentang kontroversi bencana besar yang diperkirakan akan terjadi pada tanggal 21-12-2012. Kita tidak perlu menghakimi siapapun yang mempercayai hal itu dengan mengatakannya sebagai orang yang musryik dan sebagainya. Percaya tidak selalu harus "beriman". Musryik terjadi jika kita mengimani dan meyakini sesuatu melebihi iman kepada Allah SWT, sehingga menyekutukannya dengan NYA. Itu yang dilarang oleh Allah SWT.

Tanggal 21-12-2012 adalah suatu prediksi atau perhitungan kalender berdasarkan keilmuan yang terkait dengan kemampuan suku Maya di pedalaman Meksiko dalam hal ilmu falak, serta penelitian dan analisa para ilmuwan yang ahli dibidang astrologi dan antariksa. Orang mengunakan berbagai ilmu pengetahuan, penafsiran, perhitungan bahkan ramalan untuk mencoba melakukan analisa dan telaah dengan mengaitkannya dengan berbagai kejadian alam pada beberapa tahun terakhir ini dengan sistem perhitungan kalender suku Maya yang berhenti tepat pada tahun 2012.

Diluar kesibukan para ahli mengkaji berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada waktu tersebut, sebagai orang beriman, kita telah diajarkan untuk memperhatikan tanda-tanda jaman yang diberikan Allah SWT pada setiap kejadian di dalam kehidupan atau kejadian alam di sekitar kita, namun banyak dari kita kurang peduli dan bahkan mengabaikan hal itu. Contoh kejadian yang sederhana adalah isu tentang Global Warming (pemanasan global) yang jelas merupakan adalah salah satu tanda kejadian alam yang luar biasa, cobalah perhatikan, saya pribadi belum pernah mengalami panasnya matahari di kota hujan seperti Bogor misalnya, yang mencapai 37-38 derajat celcius sepanjang usia saya 48 tahun, lahir dan tinggal di kota ini, dan hal itu saat ini terjadi.

Kita melihat berbagai wabah penyakit aneh merebak hampir di seluruh dunia, seperti flu burung, flu babi atau flu Meksiko yang berasal dari binatang atau flu massal yang mewabah secara dahsyat di negeri kita ini, akibat perubahan iklim yang sangat ekstrem. Terjadinya berbagai bencana alam dahsyat di berbagai belahan dunia beberapa tahun terakhir ini, yang intensitas kejadiannya sangat sering dan dahsyat serta tanpa dapat diprediksi sebelumnya. Perang dan berbagai kejahatan yang dilakukan manusia atas manusia, ibu membunuh anak kandungnya sendiri, ayah membunuh diri bersama anak-anaknya dan kejahatan yang sangat mengerikan. Apakah kita hanya menganggap semua ini sesuatu yang “kebetulan” ?

Dari kutipan buku KAMUS AL QURAN yang disusun oleh Deni Hamdani Firdaus S.Pd.I yang diterbitkan Pustaka Ancala halaman 193 tertulis sebagai berikut :

- Keadaan Langit Di Hari Kiamat
Pada hari itu langit pecah belah, mengeluarkan kabut, terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak.Kemudian langit itu dilenyapkan. (Dikutip dari Al Quran surah 025:025,055:037,084:001-002,081:011)

- Keadaan Bintang, Bulan dan Matahari
Pada hari kiamat itu matahari diguilung dan bintang-bintang jatuh berserakan, bulan terbelah dan bulan kehilangan cahayanya. Saat itu matahari dan bulan dikumpulkan dan langit digulung. (Dikutip dari Al Quran surah 081:001-002,082:002,054:001,075:008-009)

- Keadaan Bumi Pada Hari Kiamat
Saat kiamat itu gunung-gunung dihancurkan sehancur-hancurnya seperti bulu yang dihambur-hamburkan, dihancurkan hingga keadaan bumi datar sama sekali, tidak terlihat ada yang rendah dan yang tinggi. Bersamaan dengan itu pula lautan meluap., bumi diguncangkan dengan guncangan dahsyat, bumi mengeluarkan beban berat yang dikandungnya, semuanya patuh dan sudah semestinya patuh. (Dikutip dari Al Quran surah 081:003,101:005,020:105,020:107,081:006,099:001-002,084:003-005)

Dari kutipan kejadian di atas yang telah tertulis dalam Al Quran, sebenarnya sudah diberitahu dengan jelas, agar kita mengamati semua tanda-tanda alam yang terjadi, sebagai rambu peringatan bagi umat manusia.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menakut-nakuti, tetapi mengajak agar manusia secara arif melihat semua kejadian di sekitar kita beberapa waktu terakhir ini, tidak hanya menggunakan “mata fisik” saja tetapi belajar memahami semua kejadian di dalam kehidupan kita dengan “MATA IMAN” yang sudah dikaruniai Allah SWT kepada setiap manusia. Bukankah Allah SWT seringkali menyampaikan pesan kepada kita melalui kejadian-kejadian alam, kehidupan sehari-hari yang sering luput dari perhatian kita, karena kita sudah terbiasa dengan kata “KEBETULAN” atau terlena akibat kesibukan “duniawi” kita masing-masing.

Ingatkah kita sebelum kumandang adzan subuh selalu terdengar kumandang kalimat "Asshalatu choirun minnan naum" yang arti harafiahnya lebih baik sholat daripada tidur, yang berperan sebagai alarm bagi setiap umat Islam, agar segera bangun dari lelapnya tidur dan mempersiapkan diri untuk melakukan ibadah sholat subuh. Saya mengajak pembaca untuk menelaah secara mendalam, makna yang terkandung dalam kalimat "Asshalatu choirun minnan naum" yang sekilas terkesan sangat sederhana.

Ada dua makna yang sangat penting dari kalimat itu, yakni pertama adalah kata Sholat dan Tidur. Ajakan kepada kita untuk sholat dalam kalimat ini, memiliki makna yang sangat luas dan tidak semata-mata hanya menunjuk pada waktu subuh atau bahkan 5 waktu semata, tapi menunjuk kepada detik demi detik kehidupan kita setiap harinya.

Di dalam Islam kita berkewajiban untuk melaksanakan ibadah sholat 5 waktu dalam sehari. Sholat 5 waktu itu melingkupi 24 jam sehari dalam kehidupan kita. 24 jam sama dengan 1440 menit atau sama dengan 86.400 detik.

Allah SWT mengingatkan kepada kita bahwa hubungan kita dengan Allah tidak hanya sebatas sholat 5 waktu itu saja, tetapi sesungguhnya 24 jam sehari. Sehingga melalui ungkapan "Asshalatu choirun minnan naum" kita selalu diingatkan agar jangan sampai satu detik pun “iman” dan “taqwa” kita tertidur.

Fisik bisa lelah dan tertidur, namun “iman” dan “taqwa” kita dituntut harus selalu “ON” agar jaringan komunikasi bathin kita tidak pernah terputus dengan Allah SWT alias tetap “ONLINE”. Bisa dibayangkan apa akibatnya jika suatu saat, hubungan kita terputus dengan “SUMBER KEHIDUPAN“ kita.

Apabila benar pada tanggal 21-12-2012 akan terjadi perubahan atau gejolak alam yang sangat dahsyat, itu berarti, waktu kita hanya tersisa kurang lebih 3 tahun. Mengamati reaksi yang terjadi di dalam masyarakat terhadap pemberitaan tentang 21-12-2012, ada yang resah dan panik sebaliknya juga ada yg tidak peduli.

Ketidakpedulian, jika karena yang bersangkutan "yakin dan pasrah" akan kuasa Allah SWT itu masih baik, tetapi bagaimana terhadap orang yang tidak pedulinya akibat ketidaktahuan atau memang tidak mau peduli ?

Pertanyaaan yang timbul adalah bagaimana jika apa yang dikuatirkan banyak orang tentang bencana pada tanggal 21-12-2012 itu akhirnya benar-benar terjadi sebagaimana ramalan atau prediksi para peramal, ilmuwan dan sebagainya, yakni bumi akan hancur dan sebagian besar manusia akan mati karenanya ?
Atau pertanyaan sebaliknya, bagaimana jika ternyata pada tanggal tersebut tidak terjadi sesuatu apapun ?

Kematian pasti datang, tanpa bisa kita duga atau prediksi waktunya dan jika saat itu datang, kapanpun, dimanapun, apakah kematian akibat terjadinya bencana pada tanggal 21-12-2012 atau bukan, kita harus siap menghadapinya, karena itulah Takdir Allah SWT. Siapkah kita akan hal itu ?

Marilah, di bulan penuh Anugerah dan Pengampunan ini, kita renungkan kalimat "Asshalatu choirun minnan naum", akankah kita akan tetap membiarkan “iman” dan “taqwa” kita terus tertidur lelap sementara tanda-tanda jaman sudah mulai dinyatakan oleh Allah SWT. Itulah makna mendalam kalimat "Asshalatu choirun minnan naum"

Ingatlah peringatan yang sudah disampaikan melalui Al Quran surah Al Hajj 22:1 yakni :
“ Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat) “

Marilah kita bersama-sama belajar bagaimana menjaga agar lampu pelita “iman” dan “taqwa” tetap menyala terus menerus 24 jam, 1440 menit dan 86.400 detik sepanjang hidup kita, walau apapun yang akan terjadi dan semoga kita senantiasa diberikan hidayah serta kepekaan bathin untuk mampu menyimak tanda-tanda jaman yang Allah SWT nyatakan di dalam kehidupan kita sehari-hari dan melalui kejadian alam yang kita lihat. Amin, Amin Ya Rabbal Alamin.

Pimpin Nagawan
20 Agustus 2009

Rabu, 17 Juni 2009

HIDUP DARI KEMURAHAN ALLAH

Perjalanan spiritual bersama Allah SWT terus berlangsung dan tiada akhir sampai saya kembali ke haribaann NYA. Saya bersyukur karena saya diijinkan mengalami berbagai pengalaman spiritual dari detik ke detik. Saya sadari bahwa semua pengalaman bukan hanya untuk diri saya sendiri, tetapi ini merupakan amanah yang wajib saya bagikan kepada semua orang, untuk memotivasi iman, keyakinan serta taqwa setiap manusia yang mengaku dirinya beriman.

Pengalaman spiritual ini terjadi menjelang kelulusan SLTA tahun 2008 yang lalu, saat itu anak kami yang kedua akan segera lulus dan harus mulai menentukan kemana akan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.Kami sudah berkali-kali bertanya kepadanya, apa keinginan dia utk melanjutkan sekolah. Dia pernah menjawab ke kedokteran, karena jurusan yang ia ambil IPA. Waktu itu kami belum berkomentar, karena masih di smester satu kelas III, tapi terus memonitor nilai-nilai setiap pelajaran yang akan mendukung keputusan akhir ke arah minatnya.

Beberapa bulan menjelang ujian akhir sekolah, kami kembali bertanya kepadanya, bagaimana dengan niat kuliahnya, dia kembali menjawab ke kedokteran, tapi kali ini ke kedokteran gigi. Ternyata minat itu bukan murni datang dari dirinya, tetapi datang dari orang lain.

Kami memiliki kebiasaan memonitor perkembangan anak sejak kecil, karena kami yakin Allah SWT sudah menentukan arah hidup setiap orang memlalui bakat atau talenta sejak anak masih kecil. Anak kedua ini, senang dengan pekerjaan tangan apakah itu origami (kerajinan tangan dari kertas seperti menbuat burung, buah-buahan, bunga), kristik dan sejenisnya.

Ketika kami diskusi lebih mendalam terhadap nilai smester 2 nya, kami melihat bahwa nilai yang seharusnya mendukung minatnya ke kedokteran tidak memadai, dia mulai menyadari. Lalu kami mencoba menawarkan alternatif lain, yaitu sekolah mode di sekolah mode di bilangan Cipete. Suatu hari kami ajak dia meninjau ke kampus tersebut, mendengar penjelasan langsung dari pihak kampus dan meninjau setiap ruang kuliah. Melihat kegiatan perkuliahan seperti itu, dia tertarik dan setuju untuk beralih ke sekolah mode.

Dalam pikiran sederhana kami, biaya kuliah di sekolah ini tidak akan semahal jika kuliah di perguruan tinggi lain pada umumnya. Ketika kami bertanya tentang biaya kuliah per tahun, kami cukup terkejut yakni 48juta untuk tahun pertama, dan biasanya naik sekitar 10% setiap tahunnya, itupun belum termasuk peralatan dan buku. Jika mau membayar sekaligus, mereka menawarkan program bayar 3 tahun sekaligus yakni 135juta. Kami kaget karena tidak menduga semahal itu dan jangankan sekaligus membayar 3 tahun, untuk bayar yang tahun pertama saja kami sudah bingung. Untuk membatalkan, kami tidak tega, karena dia sudah suka dan memang itu sesuai dengan bakatnya.

Sejujurnya kami memang tidak memiliki dana sebesar itu, kami sempat sedih membayangkan perasaan anak ini yang sudah pas antara bakat dan pendidikan yang ia kehendaki. Kami hanya bisa berdoa dan menangis di hadapan Allah SWT, kami berdoa jika Allah SWT mengijinkan anak kami untuk bersekolah di tempat ini, kami mohon bukakan dan lancarkan jalannya. Itulah doa kami dan selanjutnya kami pasrahkan kepada NYA.

Tes masuk ke tempat itu tetap dilakukan, walaupun kami belum memiliki kepastian untuk membayar biaya kuliahnya. Hasil tes, anak kami diterima walaupun ujian akhir SLTA belum dilakukan. Kami sengaja belum membuat keputusan, disamping dana yang belum ada dan anak kami juga belum ketahuan lulus tidaknya.

Pengumuman kelulusan pun tiba, ini berarti kami harus segera mengambil keputusan untuk melanjutkan proses kuliah kami di perguruan tinggi itu atau mencari alternatif lainnya. Doa tidak putus-putusnya kami sampaikan, karena harapan kami hanya benar-benar pada pertolongan Allah SWT semata. 1 minggu menjelang batas akhir pembayaran uang kuliah saya mendapat bonus dari perusahaan sebesar 130 juta. Itu berarti Allah SWT memberikan berkat sesuai kebutuhan dalam nilai dan waktunya. Subhanallah. Alhamdulillah, akhirnya anak kami bisa kuliah.

Sampai detik ini, kami hidup hanya berpasrah pada Allah SWT, saya suka bercanda dengan istri, jika ada yang bertanya apakah kita punya deposito di bank atau investasi di tempat lain, katakan saja ada yakni di Bank YATIM dan Bank DHUAFA, kalau mereka bingung dan bertanya dimana adanya bank-bank itu. Jawab saja cabangnya di bumi dan pusatnya di akhirat.

Semoga apa yang saya alami ini, bisa menguatkan keyakinan kita bahwa jika kita yakin dan pasrah serta tidak pernah melupakan anak-anak yatim dan kaum dhuafa yang memang sudah menjadi sebagian tanggungjawab kita, insay Allah, pintu pertolongan dan kemudahan itu selalu Allah SWT berikan kepada kita. Amin

Senin, 01 Juni 2009

JANGAN BERHITUNG DENGAN ALLAH SWT

I. PENDAHULUAN

Manusia dikaruniai oleh Allah SWT akal budi yang membedakannya dengan makhluk lain. Kepandaian menjadi karunia yang sangat berharga bagi manusia, sehingga kita mampu bertahan hidup dan bersiasat untuk menghadapi berbagai kemelut dan persoalan hidup di dunia. Keunggulan yang diberikan Allah SWT lalu membuat manusia mampu menciptakan deretan angka yang banyak membantu manusia di dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan merupakan karunia Allah SWT yang memberikan nilai tambah kepada manusia didalam mengelola alam semesta dan kehidupan dengan melahirkan berbagai disiplin ilmu, yang menopang kehidupan manusia di dunia.

Dari berbagai ilmu pengetahuan yang dihasilkan, penulis hanya akan membahas tentang angka yang dijadikan manusia sebagai alat ukur baik untuk sarana menghitung. Dari angka, manusia kemudian menciptakan nilai yang digunakan untuk mengukur besar kecil, panjang lebar, jauh dekat sampai dengan dasar penilaian terhadap sesuatu.

Ketika manusia mulai mengenal dan menggunakan angka sebagai suatu standar ukur, maka terciptalah nilai besar dan kecil dalam segala hal. Imbas dari kepandaian manusia dalam berhitung ternyata juga termasuk menghitung "Berkat" yang Allah SWT berikan kepada manusia.

Akibatnya, manusia menetapkan nilai, misalnya jika angka satu dibandingkan dengan 1000 adalah kecil dan seterusnya. Lebih parahnya, manusia juga mengukur berkat yang Allah SWT berikan menggunakan standar angka kecil dan besar tersebut.

Banyak diantara kita yang mengucapkan "Alhamdulillah" yang bobot imannya berbeda, manakala satu dengan lainnya menerima nilai berkat yang berbeda. Sebagai contoh, ketika A mendapat rejeki Rp.1000, ia kadang hanya berguman "kebetulan" hari ini "hanya" mendapat Rp.1000 atau hari ini kurang beruntung karena "hanya" mendapat Rp.1000,-. Akan berbeda ketika ia mendapat berkat Rp.100.000,-, pernyataan yang keluar dari mulutnya adalah lebih ringan dan spontan, yakni Alhamdullilah rejeki lagi bagus dan ungkapan lainnya, bahkan teriakannya akan lebih keras lagi , jika ia mendapatkan berkat yang lebih besar lagi.

Tulisan ini mengajak kita untuk merenung, begitukah sikap kita ketika Allah SWT menurunkan berkatnya kepada kita. Yang mengatakan bahwa Rp.1000,- itu kecil dan Rp.100.000,- itu besar apakah Allah SWT ? jawabannya bukan, itu hanya ungkapan kita sebagai manusia yang menggunakan tolok ukur duniawi yang kemudian diterapkan dalam kaitan hubungan dengan Allah SWT.

II. MENGHITUNG BERKAT DARI ALLAH SWT

Bisa dan beranikah kita menghitung berapa berkat yang Allah SWT telah berikan kepada kita sepanjang hidup. Mudah-mudahan kita dijauhi dari pemikiran seperti itu. Jika penulis membayangkan diri sendiri, rasanya sebutir pasir diantara hamparan pasir di padang gurun, masih terlalu besar, jika dibandingkan dengan berkat dan kasih sayang Allah SWT kepada penulis selama ini.

Ingat, kita tidak memiliki apapun yang bisa disombongkan di hadapan Allah SWT, bayangkan jasad yang terbujur di hadapan kita yang tak lama kemudian akan menyatu dengan tanah dan habis ditelan bumi, itulah sesungguhnya manusia. Tapi kita sering lupa, kita menganggap bahwa nilai Rp.1000,- itu seolah-olah bukan berasal dari Allah SWT, tapi hanya "Kebetulan", tapi jika nilai yang dianggap manusia dapat memuaskan nafsunya, maka itulah berkat dari Allah SWT.

Kita sering mengukur kasih sayang Allah SWT dari sisi jumlah atau kuantitas, tapi lupa bahwa Allah SWT, maha mengetahui, DIA mengetahui secara tepat apa kebutuhan kita pada saat DIA berikan berkat itu. Nafsu serakah yang telah menggelapkan mata hati kita, sehingga ketika berkat yang kita dapat tidak sesuai dengan nafsu itu, maka hal tersebut dianggap bukan adari Allah SWT.

Manusia cenderung ingin berlebihan, kita lupa bahwa kenikmatan hidup diperoleh ketika kita hidup berkecukupan. Doa saya memohon kepada Allah SWT agar senantiasa memberikan rejeki yang cukup bagi keluarga, karena saya sadar jika saya memiliki rejeki yang berlebihan, mungkin saya akan jauh dari Allah SWT, menjadi lupa diri dan sebagainya.

Kecukupan memiliki makna yang sangat mendalam dalam hubungan dengan Allah SWT, karena menjadikan diri kita hanya bergantung dan berharap kepada NYA, karena kita sadar semua yang kita miliki berasal dari NYA. Kita memiliki iman dan keyakinan, bahwa apa yang kita miliki, semua hanya titipan belaka, sehingga berkat sekecil apapun yang kita dapatkan lalu kita syukuri, semua akan menjadikan nikmat yang luar biasa. Sebaliknya apa yang kita dapatkan dan tidak pernah kita syukuri, itulah NAFSU.

Saya yakin, semua bermula dari hal yang kecil. Jika kita senantiasa ingat mensyukuri segalanya dari hal terkecil dalam hidup kita, insya Allah, Allah SWT akan menambahkan berkatnya. Begitu pula sebaliknya, jika kita menjadi manusia yang tidak pernah bersyukur, apa yang ada pada kita, akan diambil NYA.

III. MANUSIA WAJIB BERTANGGUNGJAWAB

Setiap manusia pasti akan dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Begitu pula terhadap berkat yang Allah SWT berikan kepada kita selama hidup di dunia, akan dimintai pertanggungjawaban. Mereka yang diberkati luar biasa oleh Allah SWT dengan kekayaan yang berlimpah, akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan apa yang sudah Allah SWT berikan kepadanya. Semakin kita diberkati, bukan hanya semakin besar nikmat yang kita rasakan tetapi semakin berat pula pertanggungjawaban yang dituntut dari kita.

Hal ini bukan menakut-nakuti agar manusia tidak boleh menjadi kaya. Boleh ! Tapi dengan syarat agar kita selalu ingat, bahwa apa yang Allah SWT berikan dengan segala kelebihannya itu, bukan hanya untuk diri sendiri. Kita diajar untuk beramal dan bersedekah, selalu ingat kepada kaum dhuafa dan anak yatim. Kita dituntut untuk menjadikan kekayaan kita sebagai selimut bagi kaum miskin, atap bagi kaum gelandangan dan makanan bagi orang-orang kelaparan.

Nikmati dan syukuri semua yang kita rasakan dan dapatkan karena Allah SWT, tanpa kecuali, tanpa mengukur besar atau kecil. Mulailah menerima apapun yang disediakan Allah SWT dalam hidup kita dengan penuh syukur, yakinlah bahwa Allah SWT memberikan kepada kita sesuai apa yang kita butuhkan, tanpa kekurangan tetapi senantiasa berkecukupan.

Semoga Allah SWT mendengar doa mereka yang tertawa akibat kelebihannya dan menangis karena kekurangannya dan keduanya sadar bahwa sesungguhnya Allah SWT sudah menggariskan takdir kepada setiap manusia, sesuai dengan kodrat NYA. Syukurilah itu semua. Amin,amin,amin ya robbal alamin

Sabtu, 31 Januari 2009

JIHAD

JIHAD

( Perjalanan Spritual Seorang Mualaf- bagian 3 – Pimpin Nagawan )

PENDAHULUAN

Sebagi umat Islam, kita seringkali mendengar istilah JIHAD, secara harufiah JIHAD, memiliki makna perang suci. Dalam kamus Indonesia-Inggris istilah JIHAD diberi pengertian HOLLY WAR. Kata suci (HOLLY) mengawali kata perang (WAR) yang mengikuti di belakangnya memberikan makna sangat dalam.

Suci atau kudus berarti tanpa noda dan dosa. Kita mamahami benar bahwa kita mengimani kesucian dan ketanpanodaan hanya milik ALLAH SWT semata, sehingga ketika kita berurusan dengan sesuatu yang suci, maka kita tidak dapat memungkiri bahwa hanya ALLAH SWT sebagai kiblat iman kita.

Kata Perang memberikan konotasi yang mengerikan, kejam, pembunuhan bahkan suatu kejadian atau situasi dimana segala hal yang tidak berprikemanusiaan dihalalkan, yakni dalam perang pilihannya hanya ada dua, musuh yang mati atau kita yang mati.

Persepsi definisi JIHAD pun semakin mengerikan manakala di waktu-waktu terakhir ini, kita sering mendengar dan menyaksikan tindakan anarkis atau teror yang menggunakan istilah JIHAD sebagai kata pembenarannya. Artinya di kalangan masyarakat umum berkembang suatu penafsiran dan pengertian yang keliru, bahwa JIHAD itu adalah sesuatu yang jahat, mengerikan, kejam dan sebagainya.

Belum lagi dibumbui dengan kata “perang” suci, semakin mengentalkan bahwa JIHAD adalah suatu “perang” yang dilegitimasi dengan kata “suci” sebagai legitimasi, sehingga genaplah persepsi JIHAD semakin suram dan kelam, apalagi pada akhirnya kemudian, moncong kebencian terhadap teroris atau anarkis diarahkan kepada kita umat Islam.

Sejujurnya, sebagai seorang mualaf, penulis merasa sedih dan terusik, manakala melihat seringnya tindakan anarkis sekelompok masyarakat dengan atribut ke Islam an, dalam menyelesaikan suatu perbedaan, lalu dengan ringan menyebut tindakan tersbut sebagai JIHAD. Saya berpendapat bahwa antara tindakan dan penyebutan sama sekali tidak memiliki hubungan kausalitas.
Anarkisme merupakan tindakan diluar kendali emosional dan keimanan, sedangkan JIHAD adalah proses “memerangi” kemungkaran dengan cara yang “SUCI”.

Berdasarkan hal tersebut itulah, maka dalam rangka menyambut Ramadhan tahun 2008 ini, penulis membagikan kegalauan tersebut kepada para pembaca, untuk kita maknai bulan suci ini dengan sesuatu pemahaman yang benar tentang JIHAD, sebagai seorang yang beriman kepada YANG MAHA SUCI, ALLAH SWT, sehingga Insya Allah, sebagai seorang Muslim, kita mampu menunjukkan dan menjadi saksi hidup bagi masyarakat khususnya umat beragama di luar Islam, bahwa agama Islam yang kita anut dan cintai ini adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin.Amin Ya Robbal Allamin.

HIDUP ADALAH PEPERANGAN

Life is a battle (hidup adalah sebuah medan perang), ungkapan ini memiliki arti harafiah yang sangat dalam Mengapa kita tidak menyebutnya sebagai Life is a Paradise (hidup adalah firdaus/surga) yang terdengar lebih enak dan indah. Sesungguhnya jika kita merenungkan awal suatu proses kehidupan manusia, mulai dari lahir di dunia sampai dengan ajalnya, semua dilingkupi dengan berbagai kejadian yang penuh dengan resiko. Ketika dilahirkan di dunia, seorang ibu dengan meregang nyawa selama 9 bulan mengandung janin lalu melahirkan, berikutnya adalah proses dari sejak bayi sampai dengan tahapan balita yang selalu dihantui dengan beragam resiko penyakit dan sebagainya, lalu selanjutnya, bagaimana bayi mulai beradaptasi dalam proses belajar makan cair,lunak hingga keras serta jatuh bangun pada saat proses belajar berjalan.
Masuk tahapan remaja, manusia mulai dengan segala interaksi sosial dengan pergaulan di kalangan remaja yang sedang dalam proses mencari jati diri , lalu menginjak dewasa bekerja, berumah tangga sampai akhirnya masuk periode penuaan dengan segala resiko sakit, melemahnya organ tubuh dan sebagainya, bukankah semua itu resiko yang tidak pernah lepas dari kehidupan kita sebagai manusia ?

Jika kita sepaham dalam hal tersebut di atas, maka nyata bahwa ungkapan Life is Battle and Battle is Struggle atau perang adalah perjuangan adalah benar adanya. Perjuangan yang penuh dengan pengorbanan jiwa bahkan raga. Kehidupan di luar tubuh kita adalah medan perang yang wajib kita lalui detik demi detik. Sekali kita lengah maka bisa fatal akibatnya.

Secara garis besar ada dua dimensi dalam kehidupan kita. Dimensi pertama yakni diri kita sendiri yang meliputi organ tubuh yang melekat pada fisik kita serta berupa jiwa dan roh berupa iman dan emosi kita. Dimensi kedua adalah wilayah kehidupan di luar fisik,roh dan jiwa kita seperti keluarga, lingkungan dan masyarakat. Jika demikian halnya, berarti JIHAD memiliki 2 dimensi dalam kehidupan kta yang lebih bermakna untuk diperangi.

Lalu apa korelasinya antara pembahasan JIHAD dalam tulisan ini dengan semuanya ini. JIHAD dalam tulisan ini akan mengajak kita masuk dan beperang untuk mengalahkan musuh-musuh kita yang sesungguhnya di dalam kedua dimensi kehidupan kita selama ada di dunia ini, sehingga Insya Allah, kita mampu mengisi lembar-lembar kehidupan kita dengan JIHAD yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT.Amin.

JIHAD

Pada pendahuluan di atas, penulis telah menguraikan secara terbatas, pengertian JIHAD dari dimensi definisi secara hurufiah. Pada bab ini penulis mengajak kita selaku Umat Muslim, merenungkan lebih jauh secara harafiah, arti dan makna JIHAD dalam khidupan kita sehari-hari, yang penulis yakin banyak terlewatkan.

Jangan hanya membayangkan dan memaknai JIHAD sebagi sesuatu besar seperti kisah PERANG kolosal dan menghadapi musuh di medan peperangan, dengan seragam yang gagah dan dipersenjatai dengan alat perang yang canggih, lalu kita membunuh satu-persatu musuh sehinga mereka semua terkapar dan kita bangga akan hal itu.

JIHAD atau HOLLY WAR memiliki pengertian yang jauh lebih besar dari pada yang saudara bayangkan dalam suatu perang kolosal, JIHAD itu tidak akan pernah berarti apa-apa jika kita sebagai manusia belum berhasil berjihad terhadap diri kita sendiri, mengalahkan ego, iri dengki, nafsu, emosi dan sebagainya, karena JIHAD atau HOLLY WAR mengandung unsur keimanan yang luhur, yakni melakukan perang karena ALLAH SWT.

Marilah sebelum kita masuk ke medan perang JIHAD yang saudara bayangkan, kita mulai berjihad terhadap hal-hal sederhana yang ada dalam diri dan lingkungan masyarakat kita sendiri.

Untuk itu penulis akan membagi kategori JIHAD dari dimensi diri kita sendiri dan JIHAD dari dimensi di luar diri kita.

1. JIHAD TERHADAP DIRI SENDIRI

Manusia lebih cenderung berorientasi mengurusi masalah orang lain ketimbang melakukan introspeksi diri sendiri.
Mempermasalahkan rumput tetangga seolah-olah lebih bermakna ketimbang merapikan rumput di halaman rumah sendiri yang tidak beraturan. Kebiasaan ini berlanjut dengan kehidupan sosial lainnya, seperti contohnya seorang ibu rumah tangga lebih senang membicarakan urusan rumah tangga orang lain, ketimbang bercermin terhadap kondisi rumah tangganya sendiri. Begitu seterusnya ke organisasi yang lebih besar dan lebih luas lagi. Ironisnya, manusia merasa telah berbuat sesuatu bagi keluarga dan atau lingkungan masyarakatnya dengan “mengurusi” hal-hal yang sebenarnya dia sendiri juga menjadi bagian dari “urusan” tersebut.

Dengan kata lain ketimpangan yang terjadi di dalam dirinya sendiri,keluarganya lingkungan masyarakat timbul akibat manusia itu sendiri, yang tidak pernah mau berintrospeksi diri, selalu merasa dirinya yang paling benar dan orang lain yang selalu salah.

Memerangi diri sendiri, berarti kita dipaksa untuk membuka dan menginventarisir semua kelemahan. Beranikah kita melakukan hal itu, bukankah jika kita diminta menyebutkan kelemahan-kelemahan kita, hampir selalu berdalih “sebaiknya yang menilai diri saya adalah orang lain, bukan diri saya sendiri” Benarkah uangkapan ini ? Jelas keliru, sikap seperti ini akan menjadi penghambat terbesar bagi manusia yang ingin maju, kenapa ? Manusia bisa maju karena dia tahu secara tepat kelemahan dalam dirinya dan dia mau belajar lebih banyak untuk meminimalisir kekurangannya itu. Peperangan yang terberat dalam hidup kita, bukan pada rumput tetangga tetapi ada justru ada di depan pelupuk mata kita sendiri, makanya ada peribahasa, “semut diseberang lautan terlihat jelas,gajah di pelupuk mata tidak terlihat”.

Apa saja JIHAD yang wajib kita lakukan terhadap diri sendiri, diantaranya mengikis Egois, Emosi, Ketidakdisiplinan, Iri dengki dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, penulis memberikan formula sederhana untuk pembelajaran. Masuklah ke kamar, kunci rapat-rapat, ambil sehelai kertas dan alat tulis lalu mulailah saudara menuliskan satu persatu hal-hal buruk yang ada dalam diri saudara dari yang kecil sampai yang besar, tidak perlu malu karena tidak ada orang lain yang tau selain diri saudara sendiri. Tulis sebanyak-banyaknya, hal-hal yang tanpa saudara sadari ditulis berulang-ulang, itu cenderung menunjukkan sifat buruk yang mendominasi sifat saudara selama ini.

Setelah selesai, baca dengan seksama satu demi satu, kalau saudara normal rohani dan jasmani, tidak akan mungkin saudara tidak mau mengakui semua kelemahan atau keburukan yang sudah saudara tulis pada kertas tersebut. Selesai membaca,lakukan sholat sunnah dimulai dengan memohon ampun ke pada ALLAH SWT lalu bersyukur atas pengungkapan tabir keburukan saudara dan memohon petunjuk untuk MAMPU merubahnya menjadi lebih baik, Amin. Mengapa penulis kata MAMPU dengan huruf besar, karena dengan berdoa saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan perbuatan nyata, sehingga kita perlu diberi ke MAMPU an oleh ALLAH SWT agar berani melakukan perubahan dengan ber JIHAD memerangi keburukan yang ada dalam diri kita.

2. JIHAD DALAM KELUARGA
Jam berapa saudara bangun setiap pagi, apakah saudara pernah membantu orang tua/suami/istri membenahi tempat tidur saudara sendiri, pernahkah saudara peduli pada saat bak air untuk mandi kosong dan saudara mengisi air bak itu, pernahkah saudara mematikan lampu yang masih menyala di pagi hari, pernahkah saudara membuatkan minuman atau sarapan pagi untuk orang tua/istri/suami/anak, pernahkah saudara membantu memandikan adik/anak saudara yang akan berangkat sekolah, pernahkah saudara membantu pekerjaan rumah tangga pada saat pembantu saudara mudik, pernahkah saudara membelikan pakaian untuk adik/kakak/orang tua pada saat saudara memiliki rejeki dan bukan hanya pada saat hari raya ?

Pertanyaan ini ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak pertanyaan yang bisa muncul tergantung situasi dan kondisi rumah/rumah tangga yang saudara alami.

JIHAD dalam keluarga tidak selalu diartikan dengan mencukupkan meteri bagi keluarga, mengapa kita seringkali begitu rajin dan ringan tangan pada suatu saat diminta bantuan di rumah orang lain, padahal pekerjaan yang kita lakukan di rumah orang lain itu, tidak pernah sekalipun kita kerjakan di rumah sendiri. Jawabannya singkat, karena kita sering terbelenggu oleh PUJIAN dari orang lain daripada berbuat sesuatu di rumah sendiri yang tidak beraroma pujian.

Keikhlasan sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan ini, mengalahkan keinginan PUJIAN dari orang lain, hanya akan melahirkan pekerjaan yang sia-sia, karena jika suatu karya tanpa disertai PUJIAN sepertinya hambar.

Semua perbuatan kita yang baik, penulis yakini mengandung pahala. Tapi apakah karena semata-mata akan mendapat pahala, maka kita baru akan melakukan perbuatan yang baik, jawaban penulis adalah TIDAK, sekali lagi KEIKHLASAN.

Menyayangi keluarga, peduli terhadap orang tua, mendidik anak menjadi anak yang sholeh dan sholehah adalah satu diantara sekian banyak JIHAD kita dalam lingkungan keluarga yang kerap kita lupakan. Kita malah mencari hal-hal yang kita anggap besar di luar rumah untuk mendapat sekedar PUJIAN atau POPULARITAS dan membiarkan keluarga atau rumah tangga kita berantakan. Ukuran besar kecil JIHAD yang kita lakukan bukan pada besar kecilnya pekerjaan yang kita lakukan, tetapi apakah JIHAD besar yang kita lakukan sudah didahului dengan tuntasnya JIHAD kecil yang WAJIB kita lakukan.
Janganlah sampai terjadi, kita berperang membela agama kita dengan tindakan-tindakan anarkis dan dalil pembenaran agama, yang kita sebut sebagai JIHAD, padahal sholat pun kita tidak pernah, hal dilematis seperti ini banyak terjadi di sekitar kita bahkan pada diri kita sendiri, di dalam kehidupan sehari-hari.

Benahilah diri kita, JIHAD lah ke dalam, terhadap sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita, sebelum ber JIHAD keluar.

3. JIHAD DALAM MASYARAKAT

JIHAD terhadap diri sendiri dengan JIHAD dalam masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan karena pada hakekatnya, menusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya dalam suatu tatanan masyarakat.

JIHAD dalam masyarakat hanya akan terwujud, jika JIHAD terhadap sifat-sifat buruk dalam diri kita sudah mampu kita atasi. Bagaimana seorang berkeinginan menjadi pemimpin di masyarakat sedangkan memimpin keluarga yang kadang hanya terdiri dari 3 orang (1 istri dan 2 anak) saja tidak becus. Belajar menjadi pemimpin mulailah dari kelompok sosial terkecil, yakni keluarga.

JIHAD dalam masyarakat dimulai dari hal yang sederhana, seperti kerja bakti dilingkungan RT/RW, ronda bersama menjaga keamanan lingkungan, mengikuti atau mengadakan aksi sosial atau donor darah.

Banyak diantara kita yang sangat pe “MAAF” jika dihampiri anak yatim,kaum duafa atau pengemis dengan alasan “saya tidak mau memberikan ikannya, tetapi pancingnya” padahal pancing yang dia miliki sekarang saja, masih milik orang lain. Perbuatan menolong memiliki persepsi yang luas, marilah kita mulai dengan istilah “meringankan” daripada kita terus menerus menajdi pe’MAAF”. Bersedekah, beramal atau membantu meringankan beban hidup orang lain, tidak selalu harus mempermasalahkan ikan atau pancing, tapi jadikanlah diri kita menjadi orang yang memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang senyatanya secara kasat mata memang susah hidupnya atau cacat fisiknya dibandingkan dengan kita.

Bagaimana orang yang memiliki sifat iri dengki mau berjihad di masyarakat, jika orang itu sendiri terus menerus melirik ke kiri dan kanan hanya karena takut tersaingi oleh orang lain. Membiasakan hati yang selalu penuh bersyukur membuat kita tidak akan pernah terusik oleh keberhasilan atau kesuksesan orang lain.

Belajar untuk selalu mensyukuri setiap hikmah dan nikmat sekecil apapun yang telah diberikan ALLAH SWT kepada kita masing-masing sesuai porsi yang telah ditentukan oleh NYA, membuat kita tidak pernah terpikir untuk ingin memiliki sesuatu yang bukan milik kita.

Jadi dengan kata lain, JIHAD terhadap diri sendiri merupakan bekal yang sangat menentukan pada saat kita hendak ber JIHAD di dalam masyarakat. Karena masyarakat adalah wadah berkumpulnya makhluk-makhluk sosial yang pada dasarnya memiliki sifat yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga apabila masing-masing makhluk sosial tersebut telah berhasil memenangkan JIHAD terhadap sifat-sifat buruk yang ada di dalam dirinya, maka Insya Allah, masyarakat dimana manusia itu berada, juga menjadi baik.

KESIMPULAN

Setelah kita memahami JIHAD secara lebih mendalam, maka kata JIHAD tidak seseram atau menakutkan sebagaimana dipersepsikan masyarakat pada umumnya. Pahamilah JIHAD dari suatu yang mendasar dari hakekat kita sebagai makhluk ALLAH SWT yang diberi amanah untuk memperbaiki diri yang sejak awal memang sudah penuh dengan dosa. Jangan lagi kelemahan kita sebagai manusia berdosa ini, ditambah lagi dengan perbuatan yang justru semakin menjerumuskan kita pada kawah dosa yang semakin dalam.

Jadikan JIHAD sebagai sebuat alat dan sarana menuju perbaikan akhlak dan moral kita dengan memerangi sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita, karena itu yang lebih penting sebelum kita berbuat sesuatu yang kita anggap besar ternyata hanya sia-sia saja.

Hendaknya jika suatu hari kita dipanggil menghadap sang KHALIK, di setiap lembar dokumen kehidupan yang kita bawa ke hadapan NYA memuat, cerita-cerita indah, tentang bagaimana kita menjadikan JIHAD sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain.Amin Ya Rabbal Alamin.