Rabu, 17 Juni 2009

HIDUP DARI KEMURAHAN ALLAH

Perjalanan spiritual bersama Allah SWT terus berlangsung dan tiada akhir sampai saya kembali ke haribaann NYA. Saya bersyukur karena saya diijinkan mengalami berbagai pengalaman spiritual dari detik ke detik. Saya sadari bahwa semua pengalaman bukan hanya untuk diri saya sendiri, tetapi ini merupakan amanah yang wajib saya bagikan kepada semua orang, untuk memotivasi iman, keyakinan serta taqwa setiap manusia yang mengaku dirinya beriman.

Pengalaman spiritual ini terjadi menjelang kelulusan SLTA tahun 2008 yang lalu, saat itu anak kami yang kedua akan segera lulus dan harus mulai menentukan kemana akan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.Kami sudah berkali-kali bertanya kepadanya, apa keinginan dia utk melanjutkan sekolah. Dia pernah menjawab ke kedokteran, karena jurusan yang ia ambil IPA. Waktu itu kami belum berkomentar, karena masih di smester satu kelas III, tapi terus memonitor nilai-nilai setiap pelajaran yang akan mendukung keputusan akhir ke arah minatnya.

Beberapa bulan menjelang ujian akhir sekolah, kami kembali bertanya kepadanya, bagaimana dengan niat kuliahnya, dia kembali menjawab ke kedokteran, tapi kali ini ke kedokteran gigi. Ternyata minat itu bukan murni datang dari dirinya, tetapi datang dari orang lain.

Kami memiliki kebiasaan memonitor perkembangan anak sejak kecil, karena kami yakin Allah SWT sudah menentukan arah hidup setiap orang memlalui bakat atau talenta sejak anak masih kecil. Anak kedua ini, senang dengan pekerjaan tangan apakah itu origami (kerajinan tangan dari kertas seperti menbuat burung, buah-buahan, bunga), kristik dan sejenisnya.

Ketika kami diskusi lebih mendalam terhadap nilai smester 2 nya, kami melihat bahwa nilai yang seharusnya mendukung minatnya ke kedokteran tidak memadai, dia mulai menyadari. Lalu kami mencoba menawarkan alternatif lain, yaitu sekolah mode di sekolah mode di bilangan Cipete. Suatu hari kami ajak dia meninjau ke kampus tersebut, mendengar penjelasan langsung dari pihak kampus dan meninjau setiap ruang kuliah. Melihat kegiatan perkuliahan seperti itu, dia tertarik dan setuju untuk beralih ke sekolah mode.

Dalam pikiran sederhana kami, biaya kuliah di sekolah ini tidak akan semahal jika kuliah di perguruan tinggi lain pada umumnya. Ketika kami bertanya tentang biaya kuliah per tahun, kami cukup terkejut yakni 48juta untuk tahun pertama, dan biasanya naik sekitar 10% setiap tahunnya, itupun belum termasuk peralatan dan buku. Jika mau membayar sekaligus, mereka menawarkan program bayar 3 tahun sekaligus yakni 135juta. Kami kaget karena tidak menduga semahal itu dan jangankan sekaligus membayar 3 tahun, untuk bayar yang tahun pertama saja kami sudah bingung. Untuk membatalkan, kami tidak tega, karena dia sudah suka dan memang itu sesuai dengan bakatnya.

Sejujurnya kami memang tidak memiliki dana sebesar itu, kami sempat sedih membayangkan perasaan anak ini yang sudah pas antara bakat dan pendidikan yang ia kehendaki. Kami hanya bisa berdoa dan menangis di hadapan Allah SWT, kami berdoa jika Allah SWT mengijinkan anak kami untuk bersekolah di tempat ini, kami mohon bukakan dan lancarkan jalannya. Itulah doa kami dan selanjutnya kami pasrahkan kepada NYA.

Tes masuk ke tempat itu tetap dilakukan, walaupun kami belum memiliki kepastian untuk membayar biaya kuliahnya. Hasil tes, anak kami diterima walaupun ujian akhir SLTA belum dilakukan. Kami sengaja belum membuat keputusan, disamping dana yang belum ada dan anak kami juga belum ketahuan lulus tidaknya.

Pengumuman kelulusan pun tiba, ini berarti kami harus segera mengambil keputusan untuk melanjutkan proses kuliah kami di perguruan tinggi itu atau mencari alternatif lainnya. Doa tidak putus-putusnya kami sampaikan, karena harapan kami hanya benar-benar pada pertolongan Allah SWT semata. 1 minggu menjelang batas akhir pembayaran uang kuliah saya mendapat bonus dari perusahaan sebesar 130 juta. Itu berarti Allah SWT memberikan berkat sesuai kebutuhan dalam nilai dan waktunya. Subhanallah. Alhamdulillah, akhirnya anak kami bisa kuliah.

Sampai detik ini, kami hidup hanya berpasrah pada Allah SWT, saya suka bercanda dengan istri, jika ada yang bertanya apakah kita punya deposito di bank atau investasi di tempat lain, katakan saja ada yakni di Bank YATIM dan Bank DHUAFA, kalau mereka bingung dan bertanya dimana adanya bank-bank itu. Jawab saja cabangnya di bumi dan pusatnya di akhirat.

Semoga apa yang saya alami ini, bisa menguatkan keyakinan kita bahwa jika kita yakin dan pasrah serta tidak pernah melupakan anak-anak yatim dan kaum dhuafa yang memang sudah menjadi sebagian tanggungjawab kita, insay Allah, pintu pertolongan dan kemudahan itu selalu Allah SWT berikan kepada kita. Amin

Senin, 01 Juni 2009

JANGAN BERHITUNG DENGAN ALLAH SWT

I. PENDAHULUAN

Manusia dikaruniai oleh Allah SWT akal budi yang membedakannya dengan makhluk lain. Kepandaian menjadi karunia yang sangat berharga bagi manusia, sehingga kita mampu bertahan hidup dan bersiasat untuk menghadapi berbagai kemelut dan persoalan hidup di dunia. Keunggulan yang diberikan Allah SWT lalu membuat manusia mampu menciptakan deretan angka yang banyak membantu manusia di dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan merupakan karunia Allah SWT yang memberikan nilai tambah kepada manusia didalam mengelola alam semesta dan kehidupan dengan melahirkan berbagai disiplin ilmu, yang menopang kehidupan manusia di dunia.

Dari berbagai ilmu pengetahuan yang dihasilkan, penulis hanya akan membahas tentang angka yang dijadikan manusia sebagai alat ukur baik untuk sarana menghitung. Dari angka, manusia kemudian menciptakan nilai yang digunakan untuk mengukur besar kecil, panjang lebar, jauh dekat sampai dengan dasar penilaian terhadap sesuatu.

Ketika manusia mulai mengenal dan menggunakan angka sebagai suatu standar ukur, maka terciptalah nilai besar dan kecil dalam segala hal. Imbas dari kepandaian manusia dalam berhitung ternyata juga termasuk menghitung "Berkat" yang Allah SWT berikan kepada manusia.

Akibatnya, manusia menetapkan nilai, misalnya jika angka satu dibandingkan dengan 1000 adalah kecil dan seterusnya. Lebih parahnya, manusia juga mengukur berkat yang Allah SWT berikan menggunakan standar angka kecil dan besar tersebut.

Banyak diantara kita yang mengucapkan "Alhamdulillah" yang bobot imannya berbeda, manakala satu dengan lainnya menerima nilai berkat yang berbeda. Sebagai contoh, ketika A mendapat rejeki Rp.1000, ia kadang hanya berguman "kebetulan" hari ini "hanya" mendapat Rp.1000 atau hari ini kurang beruntung karena "hanya" mendapat Rp.1000,-. Akan berbeda ketika ia mendapat berkat Rp.100.000,-, pernyataan yang keluar dari mulutnya adalah lebih ringan dan spontan, yakni Alhamdullilah rejeki lagi bagus dan ungkapan lainnya, bahkan teriakannya akan lebih keras lagi , jika ia mendapatkan berkat yang lebih besar lagi.

Tulisan ini mengajak kita untuk merenung, begitukah sikap kita ketika Allah SWT menurunkan berkatnya kepada kita. Yang mengatakan bahwa Rp.1000,- itu kecil dan Rp.100.000,- itu besar apakah Allah SWT ? jawabannya bukan, itu hanya ungkapan kita sebagai manusia yang menggunakan tolok ukur duniawi yang kemudian diterapkan dalam kaitan hubungan dengan Allah SWT.

II. MENGHITUNG BERKAT DARI ALLAH SWT

Bisa dan beranikah kita menghitung berapa berkat yang Allah SWT telah berikan kepada kita sepanjang hidup. Mudah-mudahan kita dijauhi dari pemikiran seperti itu. Jika penulis membayangkan diri sendiri, rasanya sebutir pasir diantara hamparan pasir di padang gurun, masih terlalu besar, jika dibandingkan dengan berkat dan kasih sayang Allah SWT kepada penulis selama ini.

Ingat, kita tidak memiliki apapun yang bisa disombongkan di hadapan Allah SWT, bayangkan jasad yang terbujur di hadapan kita yang tak lama kemudian akan menyatu dengan tanah dan habis ditelan bumi, itulah sesungguhnya manusia. Tapi kita sering lupa, kita menganggap bahwa nilai Rp.1000,- itu seolah-olah bukan berasal dari Allah SWT, tapi hanya "Kebetulan", tapi jika nilai yang dianggap manusia dapat memuaskan nafsunya, maka itulah berkat dari Allah SWT.

Kita sering mengukur kasih sayang Allah SWT dari sisi jumlah atau kuantitas, tapi lupa bahwa Allah SWT, maha mengetahui, DIA mengetahui secara tepat apa kebutuhan kita pada saat DIA berikan berkat itu. Nafsu serakah yang telah menggelapkan mata hati kita, sehingga ketika berkat yang kita dapat tidak sesuai dengan nafsu itu, maka hal tersebut dianggap bukan adari Allah SWT.

Manusia cenderung ingin berlebihan, kita lupa bahwa kenikmatan hidup diperoleh ketika kita hidup berkecukupan. Doa saya memohon kepada Allah SWT agar senantiasa memberikan rejeki yang cukup bagi keluarga, karena saya sadar jika saya memiliki rejeki yang berlebihan, mungkin saya akan jauh dari Allah SWT, menjadi lupa diri dan sebagainya.

Kecukupan memiliki makna yang sangat mendalam dalam hubungan dengan Allah SWT, karena menjadikan diri kita hanya bergantung dan berharap kepada NYA, karena kita sadar semua yang kita miliki berasal dari NYA. Kita memiliki iman dan keyakinan, bahwa apa yang kita miliki, semua hanya titipan belaka, sehingga berkat sekecil apapun yang kita dapatkan lalu kita syukuri, semua akan menjadikan nikmat yang luar biasa. Sebaliknya apa yang kita dapatkan dan tidak pernah kita syukuri, itulah NAFSU.

Saya yakin, semua bermula dari hal yang kecil. Jika kita senantiasa ingat mensyukuri segalanya dari hal terkecil dalam hidup kita, insya Allah, Allah SWT akan menambahkan berkatnya. Begitu pula sebaliknya, jika kita menjadi manusia yang tidak pernah bersyukur, apa yang ada pada kita, akan diambil NYA.

III. MANUSIA WAJIB BERTANGGUNGJAWAB

Setiap manusia pasti akan dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Begitu pula terhadap berkat yang Allah SWT berikan kepada kita selama hidup di dunia, akan dimintai pertanggungjawaban. Mereka yang diberkati luar biasa oleh Allah SWT dengan kekayaan yang berlimpah, akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan apa yang sudah Allah SWT berikan kepadanya. Semakin kita diberkati, bukan hanya semakin besar nikmat yang kita rasakan tetapi semakin berat pula pertanggungjawaban yang dituntut dari kita.

Hal ini bukan menakut-nakuti agar manusia tidak boleh menjadi kaya. Boleh ! Tapi dengan syarat agar kita selalu ingat, bahwa apa yang Allah SWT berikan dengan segala kelebihannya itu, bukan hanya untuk diri sendiri. Kita diajar untuk beramal dan bersedekah, selalu ingat kepada kaum dhuafa dan anak yatim. Kita dituntut untuk menjadikan kekayaan kita sebagai selimut bagi kaum miskin, atap bagi kaum gelandangan dan makanan bagi orang-orang kelaparan.

Nikmati dan syukuri semua yang kita rasakan dan dapatkan karena Allah SWT, tanpa kecuali, tanpa mengukur besar atau kecil. Mulailah menerima apapun yang disediakan Allah SWT dalam hidup kita dengan penuh syukur, yakinlah bahwa Allah SWT memberikan kepada kita sesuai apa yang kita butuhkan, tanpa kekurangan tetapi senantiasa berkecukupan.

Semoga Allah SWT mendengar doa mereka yang tertawa akibat kelebihannya dan menangis karena kekurangannya dan keduanya sadar bahwa sesungguhnya Allah SWT sudah menggariskan takdir kepada setiap manusia, sesuai dengan kodrat NYA. Syukurilah itu semua. Amin,amin,amin ya robbal alamin