Rabu, 11 Agustus 2010

KEKUATAN,KESABARAN DAN KEIKHLASAN DALAM BERPUASA

PENDAHULUAN

Assalamualaikum Wr Wb. Tausyah Ramadhan tahun ini penulis memilih 3K sebagai tema utama, yakni KEKUATAN, KESABARAN dan KEIKHLASAN yang merupakan doa yang penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT di dalam persiapan menjelang pelaksanaan ibadah Ramadhan 1431 H. Mengapa ketiga hal tersebut menjadi pilihan dalam doa, karena sebenarnya masih banyak harapan kita sebagai manusia kepada Sang Khalik berkenaan dengan datangnya bulan yang penuh rakhmat ini, namun dari sekian banyak doa dan harapan, penulis mengelompokkannya menjadi 3 pilar utama di dalam doa kepada Allah SWT. Dalam uraian selanjutnya, penulis akan menjabarkannya satu persatu secara lebih terperinci, agar kita semua bisa memahami hakekat dari 3 tema utama tersebut. Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis sangat berharap kepada para pembaca agar bersedia memberi kritikan dan masukan yg konstruktif untuk kemaslahatan umat pada umumnya dan diri kita masing-masing pada khususnya. Ya Allah Ya Rabbi, kepada MU lah hamba berserah, tiada kekuatan apapun selain hanya ENGKAU.

I. KEKUATAN
Jika kita berpikir bahwa kemampuan menjalankan puasa dengan mengandalkan kekuatan fisik belaka, maka pemikiran seperti itu adalah suatu kekeliruan besar, karena diri manusia itu terdiri dari 3 unsur, yakni tubuh, jiwa dan roh.

Jika seseorang berniat menjalankan ibadah Ramadhan ini dan berpikir ia punya banyak harta yang akan dia bagikan kepada anak yatim dan kaum dhuafa, sebagai bukti perbuatan baik, hal ini hanya kesombongan pribadi yang tidak berarti apa-apa di hadapan Allah SWT.

Jika Saudara melaksanakan ibadah puasa ini hanya berprinsip bahwa hal ini adalah hanya suatu yang sifatnya rutinitas setiap tahunnya, Saudara akan kecewa, karena Allah SWT selalu memperbaharui hidup manusia dan tidak bersifat statis.

Cara berpikir manusia yang seperti ini hanya merupakan “kekuatan” yang muncul dari organ yang bernama “otak” yang penuh keterbatasan yang kemudian berubah menjadi sifat dan sikap “AROGAN”. Sifat sombong manusia inilah yang seringkali menjerumuskan manusia pada perbuatan dosa dengan berani “melawan” dan “menantang” kekuatan yang sesungguhnya yakni KUASA ALLAH SWT.

Puasa hanya bisa terlaksana jika ada Ridho Allah SWT semata. Ingat doa kita mengawali puasa yakni “Niat puasa ramadhan karena Allah SWT”. Sebenarnya diri kita secara fisik hanya ibarat sebuah wayang yang tidak memiliki kekuatan apapun, jika tidak digerakkan oleh “DALANG” nya yakni Allah SWT. Hanya karena ijin dari Allah SWT sajalah, maka seluruh organ di dalam tubuh kita akan “disinkronkan” untuk saling mendukung dan menopang, agar selama lebih dari 14 jam sehari bisa bertahan untuk tidak makan dan minum, tanpa mengalami dehidrasi. Mungkin hal ini, bagi orang tak beriman, hanya sesuatu yang “biasa”, namun bagi orang beriman ia yakini adalah suatu “MUKJIZAT”. Ini salah satu fakta bahwa puasa yang diawali dengan niat dan kekuatan dari Allah SWT adalah bukan karena kekuatan manusia.

Kekuatan dalam arti kemampuan financial, seringkali membuat manusia arogan. Momentum bulan Ramadhan sebagai bulan penuh berkah, membuat sebagian orang yang merasa memiliki “kekuatan” berpikir bahwa dengan “uang atau harta” yang dimilikinya, dia bisa beramal. BERAMAL memang perbuatan yang wajib kita lakukan, tetapi beramal pun jika dilakukan hanya karena nafsu, ingin mendapat pujian atau sebagai sarana popularitas, sama saja dengan membuang garam ke laut. Semua yang kita miliki hanyalah titipan dan berasal dari kemurahan Allah SWT semata, jika kita menyadari dan imani bahwa sesungguhnya “kekuatan” yang kita miliki adalah titipan NYA, maka kita tidak akan pernah berani mangatakan bahwa itu adalah “kekuatan” kita.

Doa kita adalah. Ya Allah, berikanlah kekuatan MU kepada kami di dalam menjalankan ibadah puasa ini. Jangan membiarkan kami mengandalkan kekuatan kami sendiri, karena sesungguhnya apapun yang kami miliki berasal dari MU.

II. KESABARAN
Puasa identik dengan kesabaran, kenapa ? Karena semua unsur yang mendukung kemampuan kita untuk mampu menunaikan ibadah puasa selain kuasa Allah SWT, adalah kesabaran. Tanpa kesabaran, ibadah kita sia-sia. Ujian yang sering dialami orang yang berpuasa adalah ujian kesabaran.

Kesabaran tidak datang dengan sendirinya, kesabaran yang hakiki adalah berasal dari ketenangan batin kita. Jika batin kita tenang perasaan atau emosi cenderung bisa dikendalikan, ketenangan batin pun bisa diraih jika iman dipenuhi oleh keyakinan akan kuasa Allah SWT. Semua terkait satu dengan lainnya.

Menjalani ibadah puasa dengan berbagai ujian yang kita hadapi, bukanlah suatu yang mudah dan sederhana. Orang sabar pun kadang harus melipatgandakan stock “kesabarannya” ketika ia melaksanakan ibadah puasa kenapa ? Karena justru pada saat itulah “kesabaran” kita lebih diuji.

Untuk itulah selama menjalani puasa kita dianjurkan memperbanyak dzikir dan doa, hal ini bertujuan agar batin kita tenang dengan demikian kita akan lebih panjang sabar dalam menghadapi berbagai ujian.

Ketidaksabaran akan lebih banyak menimbulkan persoalan, ketika fisik mengalami kelelahan kita justru dituntut tetap produktif dan beraktifitas normal. Berpuasa justru lebih bermakna ketika kita berada di lingkungan sosial yang heterogen atau beragam. Makna kesabaran yang perlu kita buktikan adalah justru ketika kita berpuasa diantara orang-orang kita tidak berpuasa.

Adalah suatu tindakan atau keputusan yang kurang bijak, jika ada pemerintah daerah yang mengeluarkan Perda, selama bulan puasa rumah makan tidak boleh beraktifitas (Perda seperti ini, pernah penulis temukan di Banjarmasin).

Jika hal ini sampai diterapkan, lalu dimana makna ujian iman pada saat kita berpuasa ? Pembuktian iman kita sebagai orang Muslim yang sedang berpuasa adalah justru ketika kita mampu menjadi panutan bagi umat beragama lainnya, bahwa puasa orang Islam adalah tetap Rahmatan Lil Alamin, bukan egoisme agama yang ditonjolkan, mentang-mentang penganut Islam mayoritas, sehingga yang minoritas tidak dihormati.

KEIKHLASAN
Puasa adalah IMAN dan iman adalah keyakinan yang penuh terhadap kuasa Allah SWT. Jangan sampai kita menjalani puasa karena keterpaksaan. Misalnya karena alasan semua orang di rumah puasa, akibatnya tidak ada yang menyediakan makanan, sehingga dia jadi harus berpuasa dan sebagainya. Keikhlasan pada saat berpuasa ibarat air yang mengalir sejuk di dalam batin kita, tanpa beban dan selalu yang kita ingat adalah kata “bersyukur dan bersyukur”.

Kenikmatan terbesar adalah ketika kita mampu menjalani ibadah puasa tanpa tuntutan apapun, selain berserah kepada Allah SWT. Tak ada kuatir sekecil apapun terhadap apa yang akan terjadi, kenapa ? Karena IMAN kita lebih besar dari MASALAH.

Kepasrahan hanya bisa diperoleh jika KEYAKINAN kita kepada Allah SWT jauh melebihi PERMASALAHAN yang kita hadapi. Maka ketika kita berdzikir Allahu Akhbar…Allahu Akhbar…..Allahu Akhbar, kita benar-benar mengecilkan diri dan permasalahan yang kita hadapi dan sebaliknya Allah SWT di “BESAR” kan. Dengan demikian kita mendidik “IMAN” kita untuk selalu meyakini bahwa “TIADA YANG MUSTAHIL BAGI ALLAH SWT”.

Jika tingkat keimanan kita sudah sampai pada tahap seperti itu, apapun yang kita hadapi, ringan maupun berat, mudah maupun susah, kita tidak lagi pernah gentar, karena kita sudah mampu berserah atau pasrah kepada NYA.
Dengan kepasrahan inilah, maka kita akan selalu ikhlas dalam menjalani ibadah apapun, karena kita tahu apa yang kita lakukan, apa yang kita amalkan semua dari Allah SWT, manusia hanya sebagai perantaranya, semua milik Allah SWT dan dikembalikan untuk kemulian NYA semata.

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa, semoga kita mampu menjadi orang-orang yang selalu ingat bahwa semua KEKUATAN, KESABARAN dan KEIKHLASAN yang kita miliki, berasal dari Allah SWT serta hal ini senantiasa akan mewarnai ibadah kita di bulan Ramadhan ini. Amin Ya Rabbal Alamin.


Sentul 11 Agustus 2010
Wassalamualaikum Wr Wb.


Pimpin Nagawan

Minggu, 01 Agustus 2010

MARI BERBUAT KEBAIKAN

Renungan Ramadhan 2010

Banyak orang berpikir dan berencana bahkan lebih hebat lagi mereka “berwacana” untuk berbuat sesuatu untuk mengisi bulan Ramadhan ini dengan “hal-hal besar”.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan “hal-hal besar” di atas ? Sebelum kita membahas hal tersebut, saya akan mencoba untuk memotret berbagai aktivitas masyarakat dalam menyambut bulan Ramadhan sampai Hari Raya Idul Fitri, berdasarkan “kebiasaan” yang sering saya lihat selama ini :

1. Mereka yang “berduit” mungkin sedang sibuk mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah puasa sambil ber-umrah;
2. Ada pula mereka yang “ber-uang” sudah mempersiapkan anggaran belanja rumah tangga selama bulan Ramadhan atau bahkan membuat jadwal, tempat, daftar menu yang akan dihidangkan atau disantap pada saat saur dan berbuka selama 30 hari puasa;
3. Ada lagi yang lebih “hebat”, yaitu berpikir dan berencana untuk mengenakan pakaian apa, beli di butik mana pada saat hari raya Idul Fitri nanti. Ini mungkin typical orang yang selalu “selangkah di depan”;
4. Ada juga yang berencana untuk memberikan sedekah, infaq dan zakat yang lebih, selama Ramadhan dan Hari Raya nanti atau mengundang anak-anak yatim dan kaum dhuafa untuk berbuka puasa bersama dsb.
5. Pada umumnya masyarakat bersuka cita menyambut datangnya Ramadhan, karena mereka mengerti bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, sehingga mereka ingin meningkatkan kualitas ibadah selama bulan suci tersebut;
6. Sebagian masyarakat bersuka cita menyambut datangmya Ramadhan karena mereka berpikir bahwa setelah berpuasa, mereka akan merayakan hari raya, mengenakan pakaian baru dsb.

Apabila ke enam aktivitas ini katakanlah mewakili berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat di dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, lalu apa sebenarnya hakekat yang bisa diambil hikmahnya, bagi kita ?

Banyak dari antara kita masih saja terperangkap pada pemikiran, saya ini orang tidak mampu atau berapa gaji saya untuk saya bisa berbuat sesuatu di bulan Ramadhan ini.

Mengapa mental dan iman kita tidak mencoba keluar dari pola pikir seperti itu, yang akhirnya menyebabkan kita buntu dan tidak berbuat sesuatu, padahal sebenarnya kita bisa melakukannya.

Di awal tulisan ini, saya SENGAJA menaruh kata “hal-hal besar” dalam tanda kutip dengan huruf kecil dengan tujuan mengingatkan kita bahwa berbuat “hal-hal besar” bukan hanya milik “ORANG-ORANG BESAR” atau milik orang-orang kaya atau orang yang merasa dirinya mampu!

Tausyah Ramadhan kali ini, saya ingin memotivasi sekaligus membangkitkan rasa “PERCAYA DIRI” orang-orang Islam yang selama ini, masih banyak yang memiliki mental “MEMINTA-MINTA”, bukan “MEMBERI”, kenapa ? Coba bayangkan berapa jumlah umat Muslim di Indonesia, saya yakin lebih dari 70%, tapi apa yang terjadi dengan pembangunan Mesjid saja, kita harus meminta-minta sumbangan di jalan-jalan, apakah ini bukan suatu hal yang ironis !

Begitu pula dalam berbuat sesuatu, khususnya di bulan Ramadhan, ketika kita berhadapan dengan kata sedekah,infaq atau zakat saja, langsung yang terpikir adalah kalimat, saya tidak mampu atau berapa gaji saya, jangankan untuk bersedekah, untuk makan sehari-hari saja masih kurang.

Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang mengecilkan dirinya sendiri, kita semua pada hakekatnya adalah “ORANG MAMPU” kenapa ? Karena kita diberikan AKAL BUDI dan IMAN oleh Allah SWT, dan hanya kepada manusia Allah SWT memberikan hal itu, kenapa kita berani mengatakan bahwa kita “TIDAK MAMPU”, bukankah hal itu sama saja dengan kita juga mengecilkan Kuasa ALLAH SWT ?

Perbuatan yang dinilai besar tidak selalu diukur dari fisik semata, tetapi NIAT dan IKHTIAR pun, di hadapan Allah SWT, bisa lebih besar dari wujud fisik yang kita bayangkan. Kita wajib merasa “kecil” hanya di hadapan NYA saja, karena memang hanya Allah SWT yang wajib “DIBESARKAN” dalam hidup kita, karena kita adalah milik NYA dan DIA menguasai seluruh kehidupan kita.

Marilah di dalam bulan Ramadhan ini kita merubah MENTAL dan IMAN kita yang selama ini sudah terlalu lama terperangkap dalam KELESUAN dan KETIDAKPERCAYAAN DIRI. Katakan dalam hati dan tunjukkan dalam perbuatan, bahwa kita sebagai umat Muslim mampu menjadi “Pemberi” bukan “Peminta”, dengan melakukan sesuatu dari hal terkecil yang bisa kita lakukan, untuk menolong orang lain, khususnya anak-anak yatim dan kaum dhuafa.

Sekali lagi jangan mengukur sesuatu dari apa yang bisa kita lakukan namun berbuatlah dengan IKHLAS,TULUS dan hanya karena Allah SWT semata, karena yang akan menilai NIAT dan IKHTIAR, sekecil apapun yang kita lakukan, hanya Allah SWT, bukan diri kita atau orang lain. Amin.

Selamat menunaikan ibadah Ramadhan, semoga Allah SWT selalu mengaruniai kekuatan, ketabahan dan keikhlasan di dalam kita menjalankannya.Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Pimpin Nagawan