Sabtu, 31 Januari 2009

JIHAD

JIHAD

( Perjalanan Spritual Seorang Mualaf- bagian 3 – Pimpin Nagawan )

PENDAHULUAN

Sebagi umat Islam, kita seringkali mendengar istilah JIHAD, secara harufiah JIHAD, memiliki makna perang suci. Dalam kamus Indonesia-Inggris istilah JIHAD diberi pengertian HOLLY WAR. Kata suci (HOLLY) mengawali kata perang (WAR) yang mengikuti di belakangnya memberikan makna sangat dalam.

Suci atau kudus berarti tanpa noda dan dosa. Kita mamahami benar bahwa kita mengimani kesucian dan ketanpanodaan hanya milik ALLAH SWT semata, sehingga ketika kita berurusan dengan sesuatu yang suci, maka kita tidak dapat memungkiri bahwa hanya ALLAH SWT sebagai kiblat iman kita.

Kata Perang memberikan konotasi yang mengerikan, kejam, pembunuhan bahkan suatu kejadian atau situasi dimana segala hal yang tidak berprikemanusiaan dihalalkan, yakni dalam perang pilihannya hanya ada dua, musuh yang mati atau kita yang mati.

Persepsi definisi JIHAD pun semakin mengerikan manakala di waktu-waktu terakhir ini, kita sering mendengar dan menyaksikan tindakan anarkis atau teror yang menggunakan istilah JIHAD sebagai kata pembenarannya. Artinya di kalangan masyarakat umum berkembang suatu penafsiran dan pengertian yang keliru, bahwa JIHAD itu adalah sesuatu yang jahat, mengerikan, kejam dan sebagainya.

Belum lagi dibumbui dengan kata “perang” suci, semakin mengentalkan bahwa JIHAD adalah suatu “perang” yang dilegitimasi dengan kata “suci” sebagai legitimasi, sehingga genaplah persepsi JIHAD semakin suram dan kelam, apalagi pada akhirnya kemudian, moncong kebencian terhadap teroris atau anarkis diarahkan kepada kita umat Islam.

Sejujurnya, sebagai seorang mualaf, penulis merasa sedih dan terusik, manakala melihat seringnya tindakan anarkis sekelompok masyarakat dengan atribut ke Islam an, dalam menyelesaikan suatu perbedaan, lalu dengan ringan menyebut tindakan tersbut sebagai JIHAD. Saya berpendapat bahwa antara tindakan dan penyebutan sama sekali tidak memiliki hubungan kausalitas.
Anarkisme merupakan tindakan diluar kendali emosional dan keimanan, sedangkan JIHAD adalah proses “memerangi” kemungkaran dengan cara yang “SUCI”.

Berdasarkan hal tersebut itulah, maka dalam rangka menyambut Ramadhan tahun 2008 ini, penulis membagikan kegalauan tersebut kepada para pembaca, untuk kita maknai bulan suci ini dengan sesuatu pemahaman yang benar tentang JIHAD, sebagai seorang yang beriman kepada YANG MAHA SUCI, ALLAH SWT, sehingga Insya Allah, sebagai seorang Muslim, kita mampu menunjukkan dan menjadi saksi hidup bagi masyarakat khususnya umat beragama di luar Islam, bahwa agama Islam yang kita anut dan cintai ini adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin.Amin Ya Robbal Allamin.

HIDUP ADALAH PEPERANGAN

Life is a battle (hidup adalah sebuah medan perang), ungkapan ini memiliki arti harafiah yang sangat dalam Mengapa kita tidak menyebutnya sebagai Life is a Paradise (hidup adalah firdaus/surga) yang terdengar lebih enak dan indah. Sesungguhnya jika kita merenungkan awal suatu proses kehidupan manusia, mulai dari lahir di dunia sampai dengan ajalnya, semua dilingkupi dengan berbagai kejadian yang penuh dengan resiko. Ketika dilahirkan di dunia, seorang ibu dengan meregang nyawa selama 9 bulan mengandung janin lalu melahirkan, berikutnya adalah proses dari sejak bayi sampai dengan tahapan balita yang selalu dihantui dengan beragam resiko penyakit dan sebagainya, lalu selanjutnya, bagaimana bayi mulai beradaptasi dalam proses belajar makan cair,lunak hingga keras serta jatuh bangun pada saat proses belajar berjalan.
Masuk tahapan remaja, manusia mulai dengan segala interaksi sosial dengan pergaulan di kalangan remaja yang sedang dalam proses mencari jati diri , lalu menginjak dewasa bekerja, berumah tangga sampai akhirnya masuk periode penuaan dengan segala resiko sakit, melemahnya organ tubuh dan sebagainya, bukankah semua itu resiko yang tidak pernah lepas dari kehidupan kita sebagai manusia ?

Jika kita sepaham dalam hal tersebut di atas, maka nyata bahwa ungkapan Life is Battle and Battle is Struggle atau perang adalah perjuangan adalah benar adanya. Perjuangan yang penuh dengan pengorbanan jiwa bahkan raga. Kehidupan di luar tubuh kita adalah medan perang yang wajib kita lalui detik demi detik. Sekali kita lengah maka bisa fatal akibatnya.

Secara garis besar ada dua dimensi dalam kehidupan kita. Dimensi pertama yakni diri kita sendiri yang meliputi organ tubuh yang melekat pada fisik kita serta berupa jiwa dan roh berupa iman dan emosi kita. Dimensi kedua adalah wilayah kehidupan di luar fisik,roh dan jiwa kita seperti keluarga, lingkungan dan masyarakat. Jika demikian halnya, berarti JIHAD memiliki 2 dimensi dalam kehidupan kta yang lebih bermakna untuk diperangi.

Lalu apa korelasinya antara pembahasan JIHAD dalam tulisan ini dengan semuanya ini. JIHAD dalam tulisan ini akan mengajak kita masuk dan beperang untuk mengalahkan musuh-musuh kita yang sesungguhnya di dalam kedua dimensi kehidupan kita selama ada di dunia ini, sehingga Insya Allah, kita mampu mengisi lembar-lembar kehidupan kita dengan JIHAD yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT.Amin.

JIHAD

Pada pendahuluan di atas, penulis telah menguraikan secara terbatas, pengertian JIHAD dari dimensi definisi secara hurufiah. Pada bab ini penulis mengajak kita selaku Umat Muslim, merenungkan lebih jauh secara harafiah, arti dan makna JIHAD dalam khidupan kita sehari-hari, yang penulis yakin banyak terlewatkan.

Jangan hanya membayangkan dan memaknai JIHAD sebagi sesuatu besar seperti kisah PERANG kolosal dan menghadapi musuh di medan peperangan, dengan seragam yang gagah dan dipersenjatai dengan alat perang yang canggih, lalu kita membunuh satu-persatu musuh sehinga mereka semua terkapar dan kita bangga akan hal itu.

JIHAD atau HOLLY WAR memiliki pengertian yang jauh lebih besar dari pada yang saudara bayangkan dalam suatu perang kolosal, JIHAD itu tidak akan pernah berarti apa-apa jika kita sebagai manusia belum berhasil berjihad terhadap diri kita sendiri, mengalahkan ego, iri dengki, nafsu, emosi dan sebagainya, karena JIHAD atau HOLLY WAR mengandung unsur keimanan yang luhur, yakni melakukan perang karena ALLAH SWT.

Marilah sebelum kita masuk ke medan perang JIHAD yang saudara bayangkan, kita mulai berjihad terhadap hal-hal sederhana yang ada dalam diri dan lingkungan masyarakat kita sendiri.

Untuk itu penulis akan membagi kategori JIHAD dari dimensi diri kita sendiri dan JIHAD dari dimensi di luar diri kita.

1. JIHAD TERHADAP DIRI SENDIRI

Manusia lebih cenderung berorientasi mengurusi masalah orang lain ketimbang melakukan introspeksi diri sendiri.
Mempermasalahkan rumput tetangga seolah-olah lebih bermakna ketimbang merapikan rumput di halaman rumah sendiri yang tidak beraturan. Kebiasaan ini berlanjut dengan kehidupan sosial lainnya, seperti contohnya seorang ibu rumah tangga lebih senang membicarakan urusan rumah tangga orang lain, ketimbang bercermin terhadap kondisi rumah tangganya sendiri. Begitu seterusnya ke organisasi yang lebih besar dan lebih luas lagi. Ironisnya, manusia merasa telah berbuat sesuatu bagi keluarga dan atau lingkungan masyarakatnya dengan “mengurusi” hal-hal yang sebenarnya dia sendiri juga menjadi bagian dari “urusan” tersebut.

Dengan kata lain ketimpangan yang terjadi di dalam dirinya sendiri,keluarganya lingkungan masyarakat timbul akibat manusia itu sendiri, yang tidak pernah mau berintrospeksi diri, selalu merasa dirinya yang paling benar dan orang lain yang selalu salah.

Memerangi diri sendiri, berarti kita dipaksa untuk membuka dan menginventarisir semua kelemahan. Beranikah kita melakukan hal itu, bukankah jika kita diminta menyebutkan kelemahan-kelemahan kita, hampir selalu berdalih “sebaiknya yang menilai diri saya adalah orang lain, bukan diri saya sendiri” Benarkah uangkapan ini ? Jelas keliru, sikap seperti ini akan menjadi penghambat terbesar bagi manusia yang ingin maju, kenapa ? Manusia bisa maju karena dia tahu secara tepat kelemahan dalam dirinya dan dia mau belajar lebih banyak untuk meminimalisir kekurangannya itu. Peperangan yang terberat dalam hidup kita, bukan pada rumput tetangga tetapi ada justru ada di depan pelupuk mata kita sendiri, makanya ada peribahasa, “semut diseberang lautan terlihat jelas,gajah di pelupuk mata tidak terlihat”.

Apa saja JIHAD yang wajib kita lakukan terhadap diri sendiri, diantaranya mengikis Egois, Emosi, Ketidakdisiplinan, Iri dengki dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, penulis memberikan formula sederhana untuk pembelajaran. Masuklah ke kamar, kunci rapat-rapat, ambil sehelai kertas dan alat tulis lalu mulailah saudara menuliskan satu persatu hal-hal buruk yang ada dalam diri saudara dari yang kecil sampai yang besar, tidak perlu malu karena tidak ada orang lain yang tau selain diri saudara sendiri. Tulis sebanyak-banyaknya, hal-hal yang tanpa saudara sadari ditulis berulang-ulang, itu cenderung menunjukkan sifat buruk yang mendominasi sifat saudara selama ini.

Setelah selesai, baca dengan seksama satu demi satu, kalau saudara normal rohani dan jasmani, tidak akan mungkin saudara tidak mau mengakui semua kelemahan atau keburukan yang sudah saudara tulis pada kertas tersebut. Selesai membaca,lakukan sholat sunnah dimulai dengan memohon ampun ke pada ALLAH SWT lalu bersyukur atas pengungkapan tabir keburukan saudara dan memohon petunjuk untuk MAMPU merubahnya menjadi lebih baik, Amin. Mengapa penulis kata MAMPU dengan huruf besar, karena dengan berdoa saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan perbuatan nyata, sehingga kita perlu diberi ke MAMPU an oleh ALLAH SWT agar berani melakukan perubahan dengan ber JIHAD memerangi keburukan yang ada dalam diri kita.

2. JIHAD DALAM KELUARGA
Jam berapa saudara bangun setiap pagi, apakah saudara pernah membantu orang tua/suami/istri membenahi tempat tidur saudara sendiri, pernahkah saudara peduli pada saat bak air untuk mandi kosong dan saudara mengisi air bak itu, pernahkah saudara mematikan lampu yang masih menyala di pagi hari, pernahkah saudara membuatkan minuman atau sarapan pagi untuk orang tua/istri/suami/anak, pernahkah saudara membantu memandikan adik/anak saudara yang akan berangkat sekolah, pernahkah saudara membantu pekerjaan rumah tangga pada saat pembantu saudara mudik, pernahkah saudara membelikan pakaian untuk adik/kakak/orang tua pada saat saudara memiliki rejeki dan bukan hanya pada saat hari raya ?

Pertanyaan ini ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak pertanyaan yang bisa muncul tergantung situasi dan kondisi rumah/rumah tangga yang saudara alami.

JIHAD dalam keluarga tidak selalu diartikan dengan mencukupkan meteri bagi keluarga, mengapa kita seringkali begitu rajin dan ringan tangan pada suatu saat diminta bantuan di rumah orang lain, padahal pekerjaan yang kita lakukan di rumah orang lain itu, tidak pernah sekalipun kita kerjakan di rumah sendiri. Jawabannya singkat, karena kita sering terbelenggu oleh PUJIAN dari orang lain daripada berbuat sesuatu di rumah sendiri yang tidak beraroma pujian.

Keikhlasan sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan ini, mengalahkan keinginan PUJIAN dari orang lain, hanya akan melahirkan pekerjaan yang sia-sia, karena jika suatu karya tanpa disertai PUJIAN sepertinya hambar.

Semua perbuatan kita yang baik, penulis yakini mengandung pahala. Tapi apakah karena semata-mata akan mendapat pahala, maka kita baru akan melakukan perbuatan yang baik, jawaban penulis adalah TIDAK, sekali lagi KEIKHLASAN.

Menyayangi keluarga, peduli terhadap orang tua, mendidik anak menjadi anak yang sholeh dan sholehah adalah satu diantara sekian banyak JIHAD kita dalam lingkungan keluarga yang kerap kita lupakan. Kita malah mencari hal-hal yang kita anggap besar di luar rumah untuk mendapat sekedar PUJIAN atau POPULARITAS dan membiarkan keluarga atau rumah tangga kita berantakan. Ukuran besar kecil JIHAD yang kita lakukan bukan pada besar kecilnya pekerjaan yang kita lakukan, tetapi apakah JIHAD besar yang kita lakukan sudah didahului dengan tuntasnya JIHAD kecil yang WAJIB kita lakukan.
Janganlah sampai terjadi, kita berperang membela agama kita dengan tindakan-tindakan anarkis dan dalil pembenaran agama, yang kita sebut sebagai JIHAD, padahal sholat pun kita tidak pernah, hal dilematis seperti ini banyak terjadi di sekitar kita bahkan pada diri kita sendiri, di dalam kehidupan sehari-hari.

Benahilah diri kita, JIHAD lah ke dalam, terhadap sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita, sebelum ber JIHAD keluar.

3. JIHAD DALAM MASYARAKAT

JIHAD terhadap diri sendiri dengan JIHAD dalam masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan karena pada hakekatnya, menusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan makhluk sosial lainnya dalam suatu tatanan masyarakat.

JIHAD dalam masyarakat hanya akan terwujud, jika JIHAD terhadap sifat-sifat buruk dalam diri kita sudah mampu kita atasi. Bagaimana seorang berkeinginan menjadi pemimpin di masyarakat sedangkan memimpin keluarga yang kadang hanya terdiri dari 3 orang (1 istri dan 2 anak) saja tidak becus. Belajar menjadi pemimpin mulailah dari kelompok sosial terkecil, yakni keluarga.

JIHAD dalam masyarakat dimulai dari hal yang sederhana, seperti kerja bakti dilingkungan RT/RW, ronda bersama menjaga keamanan lingkungan, mengikuti atau mengadakan aksi sosial atau donor darah.

Banyak diantara kita yang sangat pe “MAAF” jika dihampiri anak yatim,kaum duafa atau pengemis dengan alasan “saya tidak mau memberikan ikannya, tetapi pancingnya” padahal pancing yang dia miliki sekarang saja, masih milik orang lain. Perbuatan menolong memiliki persepsi yang luas, marilah kita mulai dengan istilah “meringankan” daripada kita terus menerus menajdi pe’MAAF”. Bersedekah, beramal atau membantu meringankan beban hidup orang lain, tidak selalu harus mempermasalahkan ikan atau pancing, tapi jadikanlah diri kita menjadi orang yang memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang senyatanya secara kasat mata memang susah hidupnya atau cacat fisiknya dibandingkan dengan kita.

Bagaimana orang yang memiliki sifat iri dengki mau berjihad di masyarakat, jika orang itu sendiri terus menerus melirik ke kiri dan kanan hanya karena takut tersaingi oleh orang lain. Membiasakan hati yang selalu penuh bersyukur membuat kita tidak akan pernah terusik oleh keberhasilan atau kesuksesan orang lain.

Belajar untuk selalu mensyukuri setiap hikmah dan nikmat sekecil apapun yang telah diberikan ALLAH SWT kepada kita masing-masing sesuai porsi yang telah ditentukan oleh NYA, membuat kita tidak pernah terpikir untuk ingin memiliki sesuatu yang bukan milik kita.

Jadi dengan kata lain, JIHAD terhadap diri sendiri merupakan bekal yang sangat menentukan pada saat kita hendak ber JIHAD di dalam masyarakat. Karena masyarakat adalah wadah berkumpulnya makhluk-makhluk sosial yang pada dasarnya memiliki sifat yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga apabila masing-masing makhluk sosial tersebut telah berhasil memenangkan JIHAD terhadap sifat-sifat buruk yang ada di dalam dirinya, maka Insya Allah, masyarakat dimana manusia itu berada, juga menjadi baik.

KESIMPULAN

Setelah kita memahami JIHAD secara lebih mendalam, maka kata JIHAD tidak seseram atau menakutkan sebagaimana dipersepsikan masyarakat pada umumnya. Pahamilah JIHAD dari suatu yang mendasar dari hakekat kita sebagai makhluk ALLAH SWT yang diberi amanah untuk memperbaiki diri yang sejak awal memang sudah penuh dengan dosa. Jangan lagi kelemahan kita sebagai manusia berdosa ini, ditambah lagi dengan perbuatan yang justru semakin menjerumuskan kita pada kawah dosa yang semakin dalam.

Jadikan JIHAD sebagai sebuat alat dan sarana menuju perbaikan akhlak dan moral kita dengan memerangi sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita, karena itu yang lebih penting sebelum kita berbuat sesuatu yang kita anggap besar ternyata hanya sia-sia saja.

Hendaknya jika suatu hari kita dipanggil menghadap sang KHALIK, di setiap lembar dokumen kehidupan yang kita bawa ke hadapan NYA memuat, cerita-cerita indah, tentang bagaimana kita menjadikan JIHAD sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita dan orang lain.Amin Ya Rabbal Alamin.