Sabtu, 15 November 2008

BERIBADAH DENGAN IKHLAS

BERIBADAH DENGAN IKHLAS
( Perjalanan Spritual Seorang Mualaf- bagian 2-Pimpin Nagawan )



PENGANTAR

Tulisan ini merupakan pendalaman terhadap apa yang penulis rasakan dan alami serta mendengar berbagai ceramah yang disampaikan oleh para ulama.

Hampir di setiap ceramah dimanapun maupun pengajaran yang diberikan seorang ustadz kepada murid-muridnya serta nasihat orang tua kepada anak-anaknya, selalu perintah atau nasihat beribadah kepada seseorang diikuti dengan kalimat, jika kamu melakukan ibadah ini atau itu, maka kamu akan mendapat pahala ini atau itu.

Ada suatu ganjalan didalam hati ketika mendengar khotbah atau ceramah yang hampir selalu mengaitkan-ngaitkan antara ibadah dengan pahala yang akan kita dapat dari Allah SWT

Pertanyaan yang selalu timbul adalah, apakah memang manusia begitu materialistisnya, sehingga tanpa diiming-imingi dengan pahala, maka manusia tidak akan melaksanakan ibadah yang diperintahkan Khaliknya.

Semoga dengan tulisan ini, sebagai seorang Muslim, kita akan disadarkan adanya suatu kekeliruan jika hal semacam ini hanya dipahami secara hurufiah tanpa mengerti apa tujuan atau latar belakangnya.

Marilah kita mengisi keimanan kita dalam beribadah dengan sesuatu yang jernih, sehingga kita menjadi seorang muslim yang beribadah hanya semata-mata karena Allah saja. Amin.

Penulis hanya seorang biasa yang seringkali harus belajar dari kekurangan dan kesalahan. Insya Allah kritik, saran dan masukkan akan menjadikan penulis lebih mengerti,hal yang benar dan baik.




DASAR DALAM BERIBADAH

Semua ibadah yang kita lakukan berdasarkan perintah Allah SWT maupun Rasullullah S.A.W dasarnya adalah IMAN. Tanpa iman kita bisa saja beribadah namun ibadah yang kosong. Mengapa dikatakan kosong ? Karena tubuh, jiwa dan roh kita tidak memiliki keyakinan bahwa Allah SWT itu hidup dan hadir pada saat kita melaksanakan ibadah apapun.

Apabila pembaca pernah membaca dan menyimak secara seksama pada buku pertama penulis yang berjudul BERDOA DENGAN IMAN, maka akan mengerti apa yang dimaksud penulis dengan IMAN.

Melalui tulisan ini, penulis akan membuka cakrawala berpikir kita di dalam beribadah yang mungkin selama ini cenderung materialistis agar berubah menjadi seorang muslim yang memiliki pola pikir dan bertindak yang semata-mata karena keikhlasan dalam beribadah tanpa lagi tuntutan, ancaman atau beribadah karena iming-iming pahala.

I. IBADAH ADALAH IMAN

Mampukah kita beribadah tanpa didasari dengan Iman ? jawabannya adalah TIDAK. Mengapa ? Kalau kita menyimak dengan seksama, setiap Allah SWT menyapa umatnya ,selalu dengan kata yang sangat luar biasa, yakni “ Hai orang-orang beriman……”. Jadi dengan kata lain, kita dikenal Allah karena kita memiliki iman, yakni orang-orang yang meyakini Allah SWT sebagai Dzat yang Maha Hadir dan Hidup dimanapun atau dalam wujud apapun ibadah yang kita lakukan. Atas dasar itulah, kita dikenal dan disapa dengan sebutan “Orang-oarang yang beriman”.

Pada saat kita melaksanakan ibadah apapun yang diperintahkan oleh Allah SWT, kita harus melakukannya dengan suatu keyakinan penuh bahwa ibadah yang kita lakukan karena Allah SWT semata, yakin Allah SWT ada di setiap saat kita melaksanakan ibadah dan yakin bahwa Allah SWT melihat ibadah yang kita lakukan serta pasrahkan semuanya hanya kepada Allah SWT.
Secara ekstrim penulis mengumpamakan, jika tangan kananmu melaksanakan ibadah, jangan biarkan tangan kirimu mengetahuinya, biarlah hanya Allah SWT yang mengetahuinya.

Jika kita beribadah hanya sekedar karena kebiasaan atau rutinitas, beribadah karena senang atau bangga jika dililihat orang lain atau beribadah dengan tujuan kebutuhan publikasi dan popularitas belaka, maka sia-sialah ibadah kita. Apalah artinya jika apa yang kita lakukan sesungguhnya tidak berarti apapun di mata Allah SWT

II. IBADAH ADALAH ANUGERAH

Sadarkah kita bahwa kita mampu beribadah hanya karena ijin dan kemurahan dari Allah SWT semata. Janganlah sekali-kali kita berbangga karena mampu beribadah karena kekayaan kita atau kehebatan kita. Sekali lagi penulis tegaskan, bahwa kita dapat beribadah karena kemurahan dan anugerah Allah SWT saja.

Mengapa penulis berkeyakinan dengan itu. Bagi kita yang secara rutin bangun dipagi hari untuk melakukan ibadah sholat subuh misalnya, pernahkah kita bayangkan sejak saat terbangun dari tidur sampai kita mulai melakukan sholat, semua ini bisa terlaksana karena Allah SWT mengijinkan itu terjadi. Pernahkah atau ingatkah kita bersyukur ketika berdoa di pagi hari, Ya Allah hamba bersyukur, bahwa hamba MU masih hidup, masih bernafas dan masih diijinkan menerima ni’mat dan hikmah MU sepanjang hari ini. Subhaanallaah.


Pernahkah kita membayangkan, jika pada saat kita mau bangun pagi ternyata sebagian tubuh kita sudah terkena stroke bahkan sebelum kita bisa bangun di pagi hari kita sudah menjadi mayat. Kalau kita tidak menyebut itu suatu kemurahan yang diberikan oleh Allah SWT, lalu apa lagi ?

Misalnya, seseorang berpikir bahwa dia mampu bersedekah karena orang itu memiliki kekayaan materi yang luar biasa, sehingga dia bangga kalau setiap bersedekah kepada kaum dhuafa, diliput media massa dan terkenal sebagai orang yang dermawan. Itukah ibadah yang sesungguhnya ?

Jadi, jika kita hendak memulai suatu ibadah, pertama-tama tanamkanlah pada diri kita bahwa ibadah yang akan kita lakukan tersebut, hanya bisa terjadi kalau Allah SWT mengijinkan dan kalaupun itu terlaksana, itu hanya karena kemurahan Allah SWT semata saja. Subhaanallaah.

III. IBADAH ADALAH KEIKHLASAN

Beribadah adalah iman, beribadah adalah anugerah yang ketiga BERIBADAH BUKAN PROSES TRANSAKSIONAL. Kenapa transaksional dan apa artinya ?

Hal yang dimaksud oleh penulis di bagian pengantar bahwa ada ganjalan dalam diri penulis jika mendengar ceramah para ulama, ustadz atau orang tua apakah dalam memberikan pendidikan atau nasihat selalu mengait-ngaitkan antara melaksanakan ibadah dengan pahala yang akan diterima.

Penulis masih bisa memaklumi, apabila konteks ucaqpan tersebut ditujukan untuk anak-anak kecil yang kadang perlu diming-imingi dengan sesuatu baru mau mengerjakan, tetapi apa yang penulis lihat dan dengar, hal ini justru ditujukan kepada orang-orang dewasa bahkan secara tidak langsung hal ini sering ditemukan dalam sinetron-sinetron yang bernuansa religius.

Apabila kita memahami dua makna ibadah pada butir I dan II di atas, maka sebagai seorang muslim, kita seharusnya memahami betapa mendalamnya makna suatu ibadah bagi kita, yakni berkaitan dengan Iman dan Anugerah. Tanpa keduanya sebagai dasar pemahaman, yang terjadi hanyalah arogansi pribadi sebagai manusia yang menganggap ibadah adalah kemampuan yang mutlak dimiliki oleh seorang manusia, tanpa perlu campur tangan Allah SWT.

Mengapa penulis mengaitkan antara ibadah dan pahala yang hampir selalu dijadikan alat motivasi manusia terhadap manusia lain, manakala kewajiban beribadah disampaikan.

Bukankah sebagai umat Allah kita memiliki kewajiban utama yakni mengabdi dan menyembah hanya kepada Allah SWT, mengapa harus diiming-imingi dengan pahala agar orang mau beribadah ?

Bukankah ini akhirnya akan menjerumuskan hubungan manusia dengan Allah SWT sebagai hubungan bisnis yang sarat transaksional.

Mari kita simak perumpamaan ini. Pada umumnya cara kerja seorang tenaga penjual (salesman) adalah berdasarkan target. Artinya seberapa banyak seorang salesman mampu menjual berdasarkan target yang ditentukan, maka ia akan mendapat komisi sesuai dengan pencapaiannya tersebut.

Atau negosiasi yang umumnya terjadi antara penjual dan pembeli, dimana tawar menawar yang terjadi pada akhirnya membawa kepada suatu keputusan bahwa pembeli akan membeli kalau harga cocok atau jika seseorang membeli dalam jumlah besar, maka pada umumnya akan mendapat tambahan diskon dan sebagainya.

Lain lagi dengan produsen yang untuk kepentingan peningkatan penjualan, menyisipkan beraneka hadiah untuk calon pembeli, jika mau membeli barang hasil produksinya dan seterusnya.

Apakah iming-iming pahala jika melakukan ibadah tertentu tidak akan menjerumuskan kita kepada budaya transaksional seperti itu, khususnya dalam kaitan hubungan manusia dengan Allah SWT ?

Hubungan manusia dan Allah SWT tidak boleh berlandaskan konsep transaksional seperti dalam suatu transaksi perdagangan, dimana untung dan rugi menjadi ukuran keberhasilan.

Ingat ! bahwa kita bisa beribadah hanya karena KEMURAHAN ALLAH SWT belaka. Seberapa besar dan perkasanyakah manusia bisa melakukan tawar menawar dengan Allah S.W.T dalam beribadah. Ketika baru saja akan memulai ibadah sholat, penulis seringkali terharu, Ya Allah layak kah aku berada di hadapan MU, bertemu dan memohon kepada MU. Maka di buku pertama, penulis mengajarkan adalah sepatutnya sebelum kita memohon sesuatu kepada Allah SWT, hendaknya kita membaca Istigfar terlebih dahulu dan bersyukur atas segala ni’mat dan himah yang sudah kita peroleh sepanjang hari itu bahkan sepanjang hidup kita selama ini.

Segeralah hentikan cara beribadah yang berorientasi sekedar mengejar pahala. Beribadah membutuhkan KEIKHLASAN dalam menjalankannya, tanpa tuntutan apapun. Jika kita bersedekah, bersholat, berpuasa, menunaikan ibadah haji atau ibadah lainnya, biarlah hanya kita dan Allah SWT saja yang tahu. Insya Allah karena keikhlasan kita, ibadah kita lebih bernilai di mata Allah SWT.Amin

IV. IBADAH DENGAN PAHALA

Apakah berarti kita bersalah jika mengharapkan pahala pada saat kita beribadah. Sama sekali tidak, karena memang itu sudah disediakan Allah SWT kepada manusia yang taat menjalankan ibadah yang diperintahkan NYA.

Sepatutnyalah karena kita sudah memahami bahwa 3 hal di atas (butir I,II dan III) adalah dasar-dasar tentang pelaksanaan ibadah, maka janganlah niat kita dalam beribadah adalah hanya sekedar untuk memperoleh pahala.

Sekali lagi pahala sudah disediakan Allah SWT bagi umatnya yang melakukan ibadah dengan Ikhlas, tanpa didasari oleh niat sekedar mencari pahala.

Manusia tidak akan pernah tahu apakah ibadahnya menghasilkan pahala atau tidak, hanya Allah SWT yang menilik niat kita dan menilai layak apa tidaknya kita mendapatkan pahala. Biarkanlah Allah SWT saja yang menilai itu, kita berkewajiban menjalankan segala perintah NYA dengan sebaik-baiknya, Insya Allah pahala itu akan menyertainya. Amin

Tidak ada komentar: