Sabtu, 15 November 2008

BERDOA DENGAN IMAN

BERDOA DENGAN IMAN
( Pengalaman Spiritual Sebagai Mualaf – Oleh Pimpin Nagawan )

PENGANTAR

Tulisan ini merupakan pengalaman penulis dalam perjalanan spiritual sebagai seorang mualaf hampir 9 tahun. Kerinduan yang timbul sebagai seorang mualaf membawa penulis dalam berbagai pengalaman spiritual yang menarik.

Seluruh kerangka tulisan ini berpedoman dan berkiblat hanya pada ajaran agama Islam dalam kitab suci Al Quran maupun Sunnah Rasulullah.

Dalam usia 45 tahun pada saat tulisan ini dibuat dan memasuki tahun ke 9 sebagai seorang mualaf, penulis mendapatkan pengalaman spiritual yang luar biasa dan hal ini bagi penulis merupakan hidayah dari ALLAH SWT yang wajib dibagikan kepada sesama manusia untuk dipahami bahkan insya Allah diamalkan dalam kehidupan keimanan terhadap Allah SWT.

Tulisan ini dibuat secara sederhana dengan tutur bahasa yang mudah dimengerti, namun penulis yakin pengalaman spiritual ini memiliki makna yang sangat mendalam khususnya bagi kehidupan iman setiap manusia. dan akan menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi sesama manusia didalam pergaulannya dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui DOA.

Penulis berdoa, semoga tulisan ini, bisa bermanfaat bagi sesama saudara Muslim khususnya dan umat manusia pada umumnya. Amin

Tulisan ini dapat terwujud, hanya karena ijin dan kemurahan Allah SWT semata serta dukungan moril dari istri dan anak-anak yang penulis cintai.

Dengan memohon petunjuk dan hidayah kepada Allah SWT, penulis memulai tulisan ini.


BAB I
IMAN SEBAGAI DASAR DOA

Berdoa yang benar ternyata harus dilandasi oleh pengertian yang benar pula. Apabila seseorang berdoa kepada Allah SWT tanpa memahami serta dibekali dengan pengertian yang benar, maka doa yang dipanjatkan kurang memiliki makna yang mendalam.

Seringkali kita mendengar orang yang mengeluh bahwa ia sedang memiliki problem hidup, lalu datang pada Allah SWT untuk berdoa memohon pertolongan atau petunjuk, namun setelah selesai berdoa, ternyata persoalan yang dihadapi masih membebani hati dan pikirannya.

Melalui pengalaman spiritual, penulis mendapatkan pengertian tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu proses berdoa. Ternyata berdoa bukan sekedar ritual ibadah yang asal jadi atau sekedar sebagai suatu kegiatan yang bersifat rutinitas belaka, namun diperlukan pemahaman awal sebelum seseorang masuk ke dalam ritual doa, agar setelah selesai berdoa, ia mendapatkan suatu kelegaan dan keyakinan atas doa yang ia panjatkan.

Pemahaman yang dimaksud adalah berawal dari suatu keyakinan yang utuh terhadap Allah SWT. Keyakinan itu sering kita namakan sebagai Iman, yakni sesuatu yang kita yakini keberadaannya walaupun tidak dapat dilihat atau dijangkau secara fisik.

Bagaimana manusia bisa meyakini sesuatu yang tidak dapat ia lihat atau jangkau secara fisik ? Tentunya jika kita mengandalkan mata dan perasaan secara fisik, hal ini tidak akan dapat meyakinkan diri kita, karena didalam kehidupan duniawi, manusia sudah terbiasa untuk meyakini sesuatu yang secara fisik nampak dan dapat dijamah.

Mengenal Allah SWT, saya umpamakan seperti manusia dengan angin, dapat kita rasakan keberadaanya namun tidak pernah dapat kita lihat dan sentuh. Kalu ditanya, apakah angin itu ada, kita pasti akan menjawab “ada”, karena kita merasakannya.

Allah SWT telah mengkaruniai suatu kemampuan yang secara hakiki hanya dimiliki oleh manusia, yakni mata iman, melalui mata iman inilah, manusia mengenal dan menyembah Allah SWT. Subhaanallaah.

Dalam konteks berdoa ini, yang harus digunakan adalah mata iman, karena dalam hubungan spiritual dengan Allah SWT, kita membutuhkan keyakinan yang utuh bahwa Allah SWT itu hidup adanya dan maha hadir, khususnya pada saat kita berkomunikasi dengan NYA melalui doa.

I. BERIMAN BAHWA ALLAH ITU HADIR

Pernahkan kita mengerti esensi kata IMAN yang sering disebutkan dalam pergaulan manusia dengan Sang Khalik. Pengertian sederhana dari kata IMAN adalah yakin terhadap sesuatu yang tidak kita lihat dan tidak dapat kita sentuh.

Dengan perkataan lain pada saat kita berdoa, secara fisik kita tidak pernah melihat Dzat yang dikenal selama ini sebagai ALLAH SWT, tapi melalui mata iman kita dapat merasakan bahwa pada saat kita berdoa, sesungguhnya ALLAH SWT itu ada dan berada di dekat kita.

Mungkin sebagian orang akan bertanya apakah yakin bahwa pada saat kita berdoa, Allah SWT itu benar-benar ada di dekat kita dan mendengarkan doa kita ? Karena kita berdoa dengan iman, maka kita yakini bahwa Allah SWT itu hadir dan mendengarkan doa kita.

Pertanyaan berikutnya adalah “Apa buktinya kalau Allah SWT itu hadir ?” jawabannya, itulah IMAN, hal itulah yang dituntut kepada kita, hamba NYA yang mengaku sebagai orang beriman.

Pada awal, sudah dijelaskan, mengapa IMAN menjadi sesuatu yang sangat mendasar atau dengan kata lain kita wajib memiliki IMAN terlebih dahulu sebelum kita memulai BERDOA, karena dengan IMAN yang kita miliki itulah kita akan merasakan bahwa begitu dekatnya ALLAH SWT dengan bathin kita pada saat berdoa.

Sadarkah, ketika saudara berdoa menyampaikan permohonan kepada Allah SWT, secara fisik yang nampak hanya mulut saudara yang mengeluarkan kata-kata atau bahkan kadang hanya berbicara dalam hati. Pernahkah saudara pada suatu saat merenungkan, sesungguhnya dengan siapa saudara berbicara, apakah lawan bicara saudara memang ada dan mendengarkan. Tanpa saudara sadari, apa yang dilakukan pada saat berdoa itu, sebenarnya saudara sedang mempraktekkan mata iman itu.

Mengapa penulis katakan tanpa saudara sadari. Kalau selesai berdoa, persoalan yang Saudara sampaikan dan mohonkan petunjuk kepada Allah SWT, masih membebani hati dan pikiran saudara, maka saya katakan bahwa doa yang saudara lakukan belum berlandaskan iman, itulah yang penulis maksudkan bahwa kita berdoa seolah-olah sudah dengan iman, tapi hasil akhir dari suatu doa ternyata belum menunjukkan hal tersebut. Tentang hal ini akan dibahas secara lebih mendetail di bab berikutnya.


II. BERIMAN BAHWA ALLAH ITU HIDUP

Allah SWT itu hidup. Arti hidup di sini adalah bukan hidup yang tampak secara fisik, namun kita bisa merasakan dengan mata iman kita bahwa pada saat berdoa sesungguhnya terjadi suatu kegiatan interaktif antara manusia dengan Sang Khalik, mengapa penulis berkata demikian, karena kalau seseorang berdoa tanpa disertai dengan iman, maka bathinnya kosong dan tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa semua doa yang ia panjatkan ada yang mendengarkan. Kalau hal itu terjadi apakah bukan berarti doa yang kita lakukan hanya akan sia-sia, karena tidak ada yang mendengar bahkan menanggapi.

Pada saat doa kita terkabul menurut rencana Allah SWT, masihkah kita meragukan bahwa sesungguhnya Allah SWT itu hidup, mendengar dan mengabulkan doa kita. Subhaanallaah.

Keyakinan bahwa Allah SWT itu hidup adalah hal yang sangat penting, karena pada saat kita menyampaikan segala persoalan yang kita hadapi kepada NYA melalui doa, sesungguhnya kita sedang bercakap dengan Dia. Kata bercakap berarti minimal ada 2 pihak yang sedang berinteraktif bukan satu pihak, sekali lagi DUA PIHAK !

Mohon maaf, apakah kita dapat berkomunikasi dengan benda mati atau bahkan dengan orang yang sudah meninggal ? Kalau jawabannya tidak, berarti kita sudah memiliki dasar iman yang benar untuk meyakini bahwa Allah SWT yang kita ajak berkomunikasi melalui doa adalah Allah SWT yang hidup. Subhaanallaah.

Sebagai manusia, kita sering mencurahkan isi hati kita pada orang tua, saudara atau teman. Pada tingkatan yang serius, maka orang tua adalah tempat yang paling ideal untuk kita berkeluh kesah tentang segala hal yang kita hadapi, kadang kita berterima kasih atas bantuan mereka baik materiel maupun dalam wujud doa, kadang kita meminta petunjuk atau nasehat terhadap suatu permasalahan yang sedang kita hadapi, kita menangis bersimpuh di lututnya meminta maaf atas kekhilafan yang pernah kita lakukan kepada mereka. Itulah kegiatan yang pada umumnya terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari karena orang tua yang kita ajak berbicara, secara fisik dapat kita peluk, kita rasakan belaiannya dan sebagainya.

Pernahkah pada saat kita berdoa, kita melakukan hal yang sama dengan apa yang kita lakukan seperti halnya dengan orang tua kita, berdiskusi, memohon petunjuk, berkeluh kesah dan bahkan menangis untuk menuangkan suatu kepedihan.

Sadarkah kita bahwa pada saat kita berdoa, sebenarnya kita juga sedang melakukan hal yang sama sebagaimana yang kita sering lakukan kepada orang tua kita, namun kali ini kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa.


BAB II
TAHAPAN DALAM BERDOA

Ada minimal empat tahapan dalam suatu siklus doa yang didapatkan penulis dalam perjalanan spritualnya, yakni :

1. Tahap pertama yang dilakukan pada saat kita akan memulai berdoa adalah mengucapkan ISTIGFAR.

Memohon ampun kepada Allah SWT adalah suatu wujud kesadaran dan pernyataan manusia bahwa dirinya berdosa, karena sadar atau tidak, dalam setiap perkataan dan perbuatan sehari-hari, manusia tidak luput dari kekhilafan.

Sikap wajar dalam kehidupan sosial antar manusia, kata maaf merupakan ucapan standar ketika kita berbuat atau berkata sesuatu yang kurang sesuai dengan norma di dalam masyarakat umumnya. Hal itu kita lakukan pada interaksi antar sesama manusia, apalagi pada saat kita berhadapan dengan Sang Pencipta, Allah SWT.

Istigfar merupakan tata krama yang paling dasar, pada saat seorang manusia akan menghadap Sang Khalik, menyebut istigfar pada saat akan memulai berdoa, bukan sekedar berucap Astaghfirullaahal ‘azhiimi, karena kita harus menyadari bahwa sesungguhnya kita sedang berserah diri dengan kesadaran akan semua keterbatasan dan dosa-dosa kita sebagai manusia, walaupun demikian, karena kasih NYA yang tanpa batas, Allah SWT, tetap dengan sabar memberikan kesempatan kepada kita untuk menghadap dan berkomunikasi dengan NYA. Subhaanallaah.

Kita dituntut dengan tulus dan jujur mengakui semua perbuatan yang telah kita lakukan atau perkataan yang telah kita ucapkan baik disengaja maupun tidak, selama hidup kita.

Mohonkanlah juga, ampun bagi orang tua, istri/suami, anak-anak dan almarhum/ah dengan menyebutkan nama mereka secara lengkap di hadapan Allah, agar mereka pun memperoleh nikmat pengampunan dari Allah SWT, melalui doa kita.

Berdasarkan hal itulah, maka hendaknya pada saat kita akan memulai berdoa, awalilah dengan membaca istigfar, sebagai pernyataan kita kepada Allah SWT, Ya Allah, ampunilah saya orang yang berdosa ini, agar Allah SWT membuka pintu pengampunannya kepada kita serta bersedia hadir dan mendengarkan doa yang kita panjatkan. Maha suci Engkau ya ALLAH dan lagi Maha Penyayang.

2. Tahap Kedua yang dilakukan adalah BERSYUKUR.

Banyak orang berpikir bahwa bersyukur hanya terhadap setiap nikmat yang ia rasakan dan nikmat diartikan sebagai hanya sesuatu yang dirasa berkenan atau menyenangkan hatinya, apakah kesenangan itu bersifat materiel maupun nonmateriel.

Bersyukur dalam konteks hubungan dengan Allah SWT adalah terhadap semua yang kita rasakan dan alami dalam hidup ini tanpa kecuali, artinya manusia tidak boleh memilih hanya bersyukur terhadap sesuatu yang ia rasakan nikmat atau menyenangkan hatinya sebaliknya menghujat terhadap sesuatu yang menurutnya tidak enak. Kita dituntut mampu bersyukur terhadap semua hal, baik yang menyenangkan maupun tidak.

Bersyukur yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kita menerima dengan pasrah segala yang Allah kehendaki terjadi terhadap diri kita, baik suka maupun duka, enak ataupun tidak enak. Kalau kita berucap Alhamdulillah hanya terhadap sesuatu yang menyenangkan hati, lalu apa yang akan kita katakan apabila kita mengalami kesusahan, padahal kejadian yang tidak menyenangkan itu, mungkin saja merupakan cara yang Allah SWT gunakan untuk menegur kita, supaya kita memperoleh nikmat dikemudian hari ? Bukankah kita seharusnya lebih bersyukur, karena dengan duka, sakit atau derita yang Allah SWT ijinkan terjadi pada kita, akhirnya kita mendapatkan hikmah yang lebih baik di kemudian hari.

Kita tidak pernah tahu apa rencana Allah SWT terhadap diri kita, Allah SWT bisa menyampaikan hikmah melalui suatu peristiwa yang mungkin menyakitkan bagi kita saat itu, tetapi dikemudian hari baru kita sadari bahwa ternyata itu merupakan jawaban yang sedang kita nantikan.

Apabila kita mendapatkan kenikmatan lalu kita bersyukur, itu merupakan hal yang biasa, tapi pernahkah kita berani bersyukur terhadap suatu penderitaan yang kita alami ?

Ungkapan ini terasa aneh untuk seorang awam, tapi arti sebenarnya adalah kita bukan bersyukur karena kita menderita tetapi kita bersyukur dengan iman, bahwa dengan ujian yang kita alami tersebut, kita yakin Allah SWT akan berbicara atau menyampaikan sesuatu kepada kita melalui kejadian itu, orang sering menyebutnya dengan HIKMAH, karena hikmah yang Allah SWT berikan itulah, kita bersyukur.

Cobalah kita menyimak kejadian atau peristiwa yang Allah SWT pernah ijinkan terjadi di dalam kehidupan kita, yang pada saat itu kita anggap merupakan kejadian yang sangat menyakitkan, menyedihkan dan mengecewakan, kemudian simaklah dengan seksama, apa yang kita alami setelah kejadian itu berlalu beberapa waktu kemudian, bukankah akhirnya kita sadar, ternyata dibalik semua peristiwa tersebut, ada hikmah yang Allah SWT ingin sampaikan kepada kita, padahal mungkin pada saat terjadinya peristiwa itu, karena emosional, mungkin tanpa sadar, kita telah menghujat Allah SWT.

Bersyukur juga bukan hanya terhadap besar atau kecilnya nikmat atau hikmah yang kita rasakan atau dapatkan, kita dituntut untuk mengucap syukur dalam setiap perkara artinya selain suka dan duka juga dalam hal besar dan kecil. Contoh yang mungkin kita seringkali anggap kecil dalam kehidupan kita dan terjadi setiap hari. Pada saat kita bangun tidur di pagi hari, pernahkan kita berucap Ya Allah, terima kasih, hambamu masih hidup, masih bernafas dan sehat wal afiat, bagi sebagian orang hal seperti ini kecil artinya, tetapi didalam perjalanan spiritual, penulis sudah berulangkali membuktikan dan merasakan bahwa dalam perkara sekecil apapun, Allah SWT tetap memperhatikan kita. Subhaanallaah.

Sepantasnyalah kita bersyukur terhadap setiap hal yang kita alami dalam hidup ini. Janganlah sekali-kali kita berani mengatakan bahwa apa yang kita peroleh, merupakan suatu yang kebetulan semata. Sebagai orang beriman, kita yakin dalam setiap tarikan nafas kita, Allah SWT sudah merencanakan yang terbaik untuk kita.TIDAK ADA YANG KEBETULAN ! Dengan demikian, Jika kita berani bersyukur untuk setiap hal, sekecil apapun yang kita terima, insya Allah, kita akan diberikan kepercayaan oleh NYA untuk mendapatkan suatu yang lebih besar,kelak. Amin.

Apabila kita sudah sampai pada tahapan beriman seperti ini, berani mengucap syukur walaupun kita sedang menderita, sedih dan segala hal yang kita rasakan tidak enak, serta bersyukur atas nikmat sekecil apapun yang Allah SWT sediakan, maka untuk menghadapi setiap permasalahan sebesar apapun dalam hidup ini, Insya Allah kita tetap tegar menanggungnya, dengan iman dan keyakinan bahwa Allah SWT sesungguhnya akan menunjukkan kepada kita HIKMAH yang pada suatu saat akan kita sadari dan pahami bahwa itulah sesungguhnya petunjuk, nasehat, teguran atau apapun yang akan ALLAH SWT sampaikan kepada kita melalui peristiwa yang kita alami.

3. Tahap ketiga dalam sebuah doa adalah MENYAMPAIKAN NIAT atau maksud dari doa yang kita sampaikan.

Isi dari suatu penyampaian niat dalam doa, merupakan esensi dari proses komunikasi yang interaktif dengan Allah SWT, dimana kita menyampaikan segala permasalahan yang kita hadapi atau memohon sesuatu.

Tentunya dalam kita menyampaikan niat, kita juga menyampaikan permohonan. Pertanyaannya apakah Allah SWT memberikan batasan kepada manusia dalam meminta sesuatu kepada-NYA, jawabannya TIDAK. Allah SWT memberikan keleluasaan kepada kita untuk meminta apa saja, semua dikembalikan kepada manusia itu sendiri.

Apakah boleh kita meminta rumah sebesar dan semewah istana atau mobil termewah di dunia ? Jawabannya adalah Boleh.

Mari kita menelaah jauh ke lubuk hati kita yang paling dalam. Mana yang lebih berharga jika kita berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita diberikan keluarga yang sakinah, anak-anak yang soleh dan solehah, ketentraman bathin, rejeki yang cukup serta kesehatan yang sempurna, dibandingkan kita meminta rumah semewah istana atau materi lainnya yang hanya akan lebih mendekatkan kita pada duniawi saja.

Padahal mungkin kalau kita berani jujur, permintaan rumah mewah dan sebagainya itu, sebenarnya bukanlah yang kita butuhkan tapi sekedar karena dilandasi oleh hawa nafsu belaka.

Dari asas kewajaran, kalau penulis diminta memilih antara dua permintaan di atas, maka sejujurnya penulis akan memohon keluarga yang sakinah dan anak yang soleh, solehah dibandingkan rumah semewah istana, kenapa, karena pada hakekatnya kemewahan hanya sebuah fatamorgana sesaat yang tidak membawa kita pada kebahagian akhirat.

Apa arti perumpamaan di atas ? Sebenarnya pada saat kita hendak meminta sesuatu kepada Allah SWT, kita sudah mengerti dan mengetahui apa sesungguhnya yang kita butuhkan, tapi sifat serakah manusia sering menggoda kita untuk meminta sesuatu yang sebenarnya tidak atau belum kita butuhkan.

Allah SWT menguji, apakah sebenarnya kita memahami artinya suatu permintaan atau permohonan, Allah SWT telah menyediakan segala sesuatunya untuk kita manusia, sekarang terserah kepada kita, apakah kita akan memilih sesuatu yang akan membuat kita lebih mendekat kepada Allah SWT atau sebaliknya.

Untuk menyederhanakan bagaimana kita akan meminta, selalu ingatlah apakah permintaan kita akan menjadikan kita lebih dekat dengan Allah SWT atau sebaliknya, karena sebelum kita menyampaikan niat kita untuk memohon atau meminta, sesungguhnya Allah SWT sudah mengetahui isi hati kita. Maha Mengetahui, Engkau Ya Allah.

Dengan iman kita yakin bahwa tiada yang mustahil bagi Allah SWT untuk mengabulkan permohonan kita.

Innamaa amruhuu idzaa aradaa sai’an anyaquulalahuu kun fa yakuun (sesungguhnya keadaan-NYA apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,”jadilah !” maka terjadilah ia )




4. Tahap keempat dalam doa adalah PASRAH

Pada tahap keempat inilah letak permasalahan yang sering dikeluhkan oleh seseorang yang mengatakan setelah berdoa, permasalahannya tidak juga kunjung selesai.

Pertanyaannya dimana letak kesalahan yang menyebabkan orang itu merasa permasalahannya tidak selesai walaupun sudah berdoa berulangkali.

Perhatikan perumpamaan ini, jika kita menghibahkan suatu benda kepada seseorang dengan ikhlas dan tanpa syarat, berarti semua hak dan kewajiban atas benda yang dihibahkan sudah beralih kepada orang tersebut sepenuhnya alias 100%, kita tidak perlu repot-repot untuk menjaga, memonitor, memikirkan atau kuatir lagi terhadap benda itu, karena kita sudah yakin bahwa orang yang kita beri hibah itu akan menjaga baik-baik pemberian tersebut.

Begitu pula dalam suatu doa, pada saat selesai kita menyampaikan permohonan kepada Allah SWT, kita menutup doa dengan berkata “…..Ya Allah, saya serahkan dan pasrahkan seluruh permasalahan ini kepada MU, hamba mohon petunjuk dan pertolongan MU”.

Dengan mengucapkan kalimat penutup seperti itu, apakah sesungguhnya kita sudah pasrahkan semua permasalahan yang kita alami kepada Allah SWT ?

Ujilah melalui apa yang kita rasakan setelah kita selesai berdoa dan mengucapkan kalimat tersebut. Apabila setelah berdoa kita merasa bahwa permasalahan yang kita hadapi masih mengganjal di hati dan pikiran kita, itu berarti sebenarnya kita belum pasrahkan pada Allah SWT sepenuhnya. Dengan perkataan lain, permasalahan itu masih ada dalam diri kita.

Mengapa demikian, jika pada saat mau berdoa kita membawa beban permasalahan yang begitu berat, maka logikanya selesai berdoa, seharusnya semua beban itu sudah tidak lagi berada di pundak kita, karena beban itu sudah diserahkan dan dipasrahkan pada Allah SWT untuk diselesaikan.

Pertanyaan lainnya adalah, apakah jika kita sudah berdoa dan memasrahkan persoalan kita kepada Allah SWT, berarti kita tinggal diam tanpa berusaha berbuat sesuatu ? Jawabannya TIDAK, kita diajar untuk berdoa dan berikhtiar. Bayangkan jika seorang pencari kerja yang rajin berdoa dan telah memasrahkan pengharapannya kepada Allah SWT, namun tidak pernah sekalipun menulis dan mengirim surat lamaran kerja ke perusahaan, apakah kira-kira orang tersebut memiliki peluang untuk mendapat panggilan kerja. Manusia berusaha, Allah SWT yang menentukan.

Sekali lagi pemahamannya adalah permasalahan itu masih ada tapi sudah diserahkan kepada Allah SWT. Karena kita sudah menyerahkan kepada-NYA dan Allah SWT akan mengambil alih persoalan kita serta akan memberikan kita petunjuk dan pertolongan NYA, dengan demikian selesai berdoa, hati dan pikiran kita haruslah menajdi lega, karena sesungguhnya kita mempercayakan penyelesaian semua persoalan yang selama ini menjadi beban pikiran dan hati kita, kepada Allah SWT, Tuhan Pencipta Langit dan Bumi, Tuhan Yang Maha Kuasa. Apakah untuk itu saja kita masih ragu ? Jika kita masih ragu, berarti selama ini kita berdoa belum disertai iman.

“Subhaanallaahi wal hamdu lillaahi, walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, walaa haula walaa quwwata illaa billaahil aliyyil adhiimi” (Maha Suci Allah Yang Maha Esa, segala puji bagi Allah, tidak adaTuhan selain Allah, Allah Maha Besar dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kuasa Allah Yang Maha Luhur lagi Maha Agung )

BAB III
PENUTUP

Tulisan ini bukan sekedar untuk menambah pengetahuan dan pengalaman semata, tapi memperkuat iman kita terhadap Allah SWT, bagaimana caranya ? Jawabannya adalah lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Betapa sekian puluh tahun mengenal dan bergaul dengan Allah SWT, kita seringkali terjebak pada suatu ritual keagamaan yang bersifat rutinitas belaka dan kadang hanya sekedar memenuhi target ibadah, tanpa memahami secara mendalam apa yang sebenarnya terkandung dalam ritual tersebut.

Persoalan demi persoalan silih berganti menggangu hati dan pikiran kita, bahkan berlarut-larut dalam keputusasaan serta kesedihan yang berujung pada penyakit bahkan kematian. Akankah kita akan terus hanyut terbawa persoalan yang kita hadapi, tanpa berusaha untuk keluar dari persoalan itu.

Kita harus menyadari bahwa sebesar apapun permasalahan yang saudara hadapi, kita tidak perlu gentar, karena kita memiliki Allah SWT yang Maha Besar, Allahu Akbar. Kalau saudara imani ini dan saudara pasrahkan segala persoalan yang saudara hadapi, kepada NYA, apakah saudara masih ragu terhadap kuasa dan kedigdayaan NYA. Subhaanallaah.

Mulailah berdoa dengan iman, dan yakinlah Allah Maha Mendengar, Maha Pengasih dan lagi Maha Penyayang. Penulis yakini, Allah SWT memiliki cara tanpa batas untuk menyampaikan hidayah NYA kepada setiap manusia yang IA kehendaki. Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, penulis mempersembahkan tulisan sederhana ini untuk diterima dan dipahami secara luas dan semoga pengalaman ini semakin menambah khasanah spiritual yang pernah dialami oleh setiap manusia dalam kehidupannya bersama dengan Allah SWT. Amin ya robbal allamin.

Tidak ada komentar: